Dalil Pertama, diriwayatkan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw menguburkan putranya (Ibrahim), beliau berdiri di atas pusaranya dan bersabda : (Ruhul Bayan 4 / 417, Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 3/62, riwayat Abdurrahman bin ‘Auf r.a,)
يَا بُنَيَّ الْقَلْبُ يَحْزَنُ وَالْعَيْنُ تَدْمَعُ وَلاَ نَقُولُ مَا يَسْخُطُ الرَّبُ إِنَّاوَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ, يَا بُنَيَّ قُلِ اللَّـهُ رَبِّي وَاْلاِسْلاَمُ دِيْنِي وَرَسُولُ اللَّـهِ أَبِي
“ Duh anakku, kalbu sedih, mata pun berlinang, dan kami tidak mau mengatakan sesuatu yang membuat murka Rabb-Ku. Sesungguhnya kita milik-Nya, dan kepadanyalah kita semua kembali. Hai anakku, katakanlah : “ Allah sebagai Rabb-Ku, Islam sebagai agamaku dan Rasul Allah adalah ayahku “.
فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ مِنْهُمْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّـهُ عَنْهُ حَتَّى اِرْتَفَعَ صَوْتَهُ فَالْتَفَتْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّـهِ فَقَالَ:
“ Maka menangislah para sahabat, di antaranya adalah Umar r.a, hingga suaranya meninggi, maka Rasulullah Saw berpaling kepadanya seraya berkata :
مَا يَبْكِيْكَ يَا عُمَرَ ؟
“ Hai Umar, apa yang membuatmu menangis ? “
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّـهِ هَذَا وَلَدُكَ وَمَا بَلَغَ الْحِلْمُ وَلاَ جَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ وَيَحْتَاجُ إِلَى تَلْقِيْنِ مِثْلِكَ يُلَقِّنُهُ التَّوْحِيْدُ فِي مِثْلِ هَذَا الْوَقْتِ، فَمَا حَالُ عُمَرَ وَقَدْ بَلَغَ الْحِلْمَ وَجَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ وَلَيْسَ لَـهُ مُلَقِّنٌِثْلَكَ فَبَكَى النَّبِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَبَكَتِ الصَّحَابَةُ مَعَهُ
“ Umar menjawab : “ Ya Rasulullah, jenazah ini adalah putramu yang lagi baligh, kalam (pena pencatat) pun belum lagi berlaku baginya, namun dia memerlukan talqin dari orang sepertimu yang ditalqini dengan ketauhidan pada waktu seperti ini. Bagaimana pula halnya dengan Umar yang telah dewasa, kalam telah berlaku baginya, dan Umar pun tidak memiliki penalqin sepertimu ? Nabi Saw pun menangis dan para sahabat lainnya pun menangis bersamanya.
فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ بِقَوْلِـهِ تَعَالَى: يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا, بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلآخِرَةِ فَتَلاَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ اَلْآيَةَ فَطَابَتِ الْأَنْفُسُ وَسَكَنَتِ الْقُلُوبُ وَشَكَرُوا اللَّـهَ
“ Kemudian Malaikat jibril turun membawa firman Allah : “ Allah mengokohkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia dan akhirat “. (QS. 14 / Ibrahim : 27) Kemudian Nabi Saw membaca ayat itu sehingga setiap diri menjadi senang, kalbu-kalbu menjadi tentram, dan mereka bersyukur kepada Allah. “
Dalil kedua, ulama sepakat bolehnya menangisi mayat sebelum dan sesudah pemaka man, tanpa meninggikan suara, atau mengucapkan kata-kata yang tidak baik, atau menyesali, dan meratap yang berlebihan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Jabir r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda :
يَا اِبْرَاهِيْمُ اِنَّالاَ يَغْنِي عَنْكَ مِنَ اللهِ شَيْئاً
“ Duhai Ibrahim ! terasa cepat Allah mengambilmu “,
Kemudian mata air beliau mengalir. Lantas Abdurrahman bin ‘Auf bertanya : “ Ya Rasulullah, apakah anda menangis ? Bukankah anda telah melarang menangisi mayat ? (Fiqhul Islam wa Adillatuhu (terjemah) 2/604, ad-Durrul Mukhtar 1/841, asy-Syarh ash-Shagir 1/556-557, asy-Syarh al-Kabir 1/421, Mughni al-Muhtaj 1/355, al-Muhadzdzab 1/139, al-Mughni 2/545-547, Kasyaf al-Kina 2/188, al-Majmu 5/276-280 (derajat hadits shahih)
Rasulullah Saw bersabda :
لَا وَلَكِنْ نَهَيْتُ عَنِ النُّوحِ
“ Tidak, yang aku aku larang adalah meratapi (bukan menangisi) ” (Fiqhul Islam wa Adillatuhu (terjemah) 2/604, diriwayatkan dalam Sunan Turmudzi oleh Jabir r.a, al-Mukhalashiyah 3/72 riwayat Muhammad bin Abdurrahman, Masyikhah Qadhi al-Marasitan 2/769, Limaqsud al-Ula fi Zawaid, Abi Ya’la 1/192 (derajat hadits shahih)
Dalil ketiga, dalam shahih Bukhari dan Muslim disebutkan, “ Air mata Rasulullah Saw menetes (mengalir) ketika anaknya diangkat (digendongkan oleh sahabat) dan diserahkan kepada beliau. Terdengar seperti sesuatu dimasukkan ke tempat minum yang basah. Bangkitlah bersama beliau Sa’ad bin Ubadah, Mu’adz bin jabal, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit dan seorang sahabat lainnya. Lalu Sa’ad bertanya kepada beliau, : Ada apa ini yang Rasulullah ? “
هَذِهِ رَحْمَةٌ جَعَلَهَا اللَّهُ فِي قُلُوبِ عِبَادِهِ، وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءِ
“ (Air mata) Ini adalah rahmat yang Allah ciptakan di dalam hati hamba-hamba-Nya, Allah hanya menyanyangi hamba-hamba-Nya yang penyayang “ (Shahih Bukhari 2 / 79, Shahih Muslim 2 / 635, Musnad Abu Dawud ath-Thayalis 2 / 26, Musnad Abdur Razzaq 3 / 551, Musnad ibnu Abi Syaibah 1 / 120, Musnad Ahmad 4 / 325, al-Mustadrak 3 / 304 (derajat hadits shahih/masyhur)
Begitu lembutnya perasaan Rasulullah Saw ketika anaknya tersayang meninggal dunia, sehingga air mata beliau pun mengalir. Sungguh sangat berbeda dengan sebagian saudara-saudara kita yang begitu keras hatinya.. Kita seharusnya bertanya-tanya, apakah mereka ini manusia atau bukan ? Karena monyet saja ketika anaknya mati mereka mena- ngis, bahkan serigala ketika mengetahui anaknya mati ia melolong tanpa henti. Duhai binatang yang berakal dan berperasaan begitu lembutnya hati kalian.
Diriwayatkan pula dalam hadits masyhur lainnya :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: اشْتَكَى سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ شَكْوَى لَهُ، فَأَتَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ مَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، وَسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، وَعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ وَجَدَهُ فِي غَشِيَّةٍ فَبَكَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا رَأَى الْقَوْمُ بُكَاءَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَكَوْا، فَقَالَ: «أَلَا تَسْمَعُونَ؟ إِنَّ اللهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ، وَلَا بِحُزْنِ الْقَلْبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا - وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ »
“ Dari Abdullah bin Umar r.a, berkata : maka mendatangi Rasulullah Saw bersama Abdrur- rahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud melayat Sa’ad bin Ubadah (ketika matinya), maka mereka pun memasuki (rumahnya) dalam keadaan sangat terpukul, Ketika para sahabat melihat Rasulullah Saw menangis maka mereka pun menangis. Rasulullah Saw lalu bersabda : “ Tidakkah kamu sekalian mendengar ? Sesungguhnya Allah Swt tidak menyiksa seseorang karena linangan air mata dan tidak pula karena kesedihan hati, tetapi Allah Swt menyiksa atau mengasihani seseorang itu karena ini “ Beliau menunjuk kepada lidahnya “ (Shahih Muslim 2/636, Syarh Ma’aani al-Aatsar 4/292, Shahih Ibnu Hibban 7/431, al-Musnad al-Mustakhraji ala Shahih Muslim, Abi Nu’aim 3/10, as-Sunan as-Shagir, al-Baihaqi 2/34, as-Sunan al-Kabir, al-Baihaqi 4/115, Syu’abul Iman, al-Baihaqi 12/432 (derajat hadits shahih)
Dalam hadits di atas, Nabi Saw menangis karena salah satu sahabatnya meninggal, Jadi jelaslah, bahwa menangis dikarenakan ditinggal orang yang kita sayangi adalah sunnah bukan bid’ah.
No comments:
Post a Comment