Thursday 11 June 2015

Lafazh Talqin di kuburan berdasarkan sunnah

Dalil Pertama, talqin dikuburan selain berdasarkan perbuatan Nabi Saw ketika mentalqini anaknya Ibrahim bin Muhammad, berdasarkan juga kepada hadits dibawah ini :
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا فَرَغَ مِنْ دَفْنِ الْمَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ، فَقَالَ: اِسْتَغْفِرُوا لِأَخِيكُمْ، وَسَلُوا لَهُ بِالتَّثْبِيتِ، فَإِنَّهُ الْآنَ يُسْأَلُ
“ Dari Utsman ibn Affan, dia berkata : Adapun Nabi Saw ketika mengosongkan (tanah) untuk menanam mayat berhenti sejenak, dan bersabda : “ Mintakan ampun bagi saudara kalian, dan mintakan baginya (keimanan) yang kokoh, karena sesungguhnya dia akan ditanya (oleh Mungkar dan Nakir) “(Shahih Muslim 2/636, Syarh Ma’aani al-Aatsar 4/292, Shahih Ibnu Hibban 7/431, al-Musnad al-Mustakhraji ala Shahih Muslim, Abi Nu’aim 3/10, as-Sunan as-Shagir, al-Baihaqi 2/34, as-Sunan al-Kabir, al-Baihaqi 4/115, Syu’abul Iman, al-Baihaqi 12/432 (derajat hadits shahih)

عَنْ عَامِرٍ يَعْنِي الشَّعْبِيَّ، عَنْ عَامِرِ بْنِ شَهْرٍ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ النَّجَاشِيِّ فَقَرَأَ ابْنٌ لَهُ آيَةً مِنَ الْإِنْجِيلِ فَضَحِكْتُ فَقَالَ أَتَضْحَكُ مِنْ كَلَامِ اللَّهِ
“ Dari ‘Amr yaitu asy-Sya’bi, dari ‘Amr ibn Syahrin, dia berkata : Ketika di sisi (mayat raja) Najasyi maka membacalah dia beberapa ayat yang terdapat di dalam Injil, maka menangislah ia, maka berkata ia : “ menangislah (dengan) sebagian kalam Allah “ (Shahih Bukhari 2/88, 5/51, Shahih Muslim 2/657, Sunan Abi Dawud 3/215, Sunan Nasai 4/26, 4/94)
Apabila membaca Injil (yang asli) diperkenankan di baca dalam mentalqini mayat, lalu mengapa membaca al-Quran dilarang ? Sedangkan Nabi Saw-lah yang mencontohkan dan memerintahkannya, dan disaksikan oleh banyak sahabat beliau.

عَنْ عَامِرٍ يَعْنِي الشَّعْبِيَّ، عَنْ عَامِرِ بْنِ شَهْرٍ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ النَّجَاشِيِّ فَقَرَأَ ابْنٌ لَهُ آيَةً مِنَ الْإِنْجِيلِ فَضَحِكْتُ فَقَالَ أَتَضْحَكُ مِنْ كَلَامِ اللَّهِ
“ Dari ‘Amr yaitu asy-Sya’bi, dari ‘Amr ibn Syahrin, dia berkata : Ketika di sisi (mayat raja) Najasyi maka membacalah dia beberapa ayat yang terdapat di dalam Injil, maka menangislah ia, maka berkata ia : “ menangislah (dengan) sebagian kalam Allah “ (Sunan Abu Dawud 4/235, Musnad Ibnu Abi Syaibah 2/15, Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 7/525, Musnad Ahmad 24/298, al-Ahaad al-Mutsani, Ibnu Abi Ashim 4/375, Asma wa ash-Shifah 1/587, al-‘Itiqad 1/103, Syu’bul Iman 1/329,  (derajat hadits shahih)
Apabila membaca Injil (yang asli) diperkenankan di baca dalam mentalqini mayat, lalu mengapa membaca al-Quran dilarang ? Sedangkan Nabi Saw-lah yang mencontohkan dan memerintahkannya, dan disaksikan oleh banyak sahabat beliau.

Dalil kedua, dalam hadits masyhur lainnya Rasulullah Saw bersabda :
فَإِذَا دَفَنْتُمُونِي فَشُنُّوا عَلَيَّ التُّرَابَ شَنًّا، ثُمَّ أَقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُورٌ وَيُقْسَمُ لَحْمُهَا، حَتَّى أَسْتَأْنِسَ بِكُمْ، وَأَنْظُرَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلُ رَبِّي
“ Apabila kalian menguburku maka hamburkanlah tanah (di atasnya), kemudian berdirilah di sekitar kuburanku (untuk mendoakanku) selama kira-kira tukang jagal menyembelih ternak dan membagi-bagikan dagingnya (sekitar 1-2 jam) sehingga aku merasa tenang dan dapat menjawab apa-apa yang ditanyakan Rabb-Ku“ (Shahih Muslim 1/112, as-Sunan as-Shagir 2/29, as-Sunan al-Kabir 4/93, Ma’rifah as-Sunan wal Atsar 5/334, Syarh as-Sunnah, al-Baghawi 5/419, Musnad al-Mustakhraji ala Shahih Muslim, Abu Nu’aim 1/191, al-Iman, Ibnu Mandah 1/420, al-Mu’jam al-Kabir 3/210, 18/339, Mustakhraji, Abu Awanah 1/70 (derajat hadits shahih)

Dalil ketiga, dari al-Hakim bin al-Harits as-Sulami sesungguhnya kami (berjalan) berdekatan bersama Rasulullah Saw  sebanyak tiga orang, ia berkata :
قَالَ لَنَا: إِذَا دَفَنْتُمُونِي ورَشَشْتُمْ عَلَى قَبْرِي الْمَاءَ، فَقُومُوا عَلَى قَبْرِي وَاسْتَقْبِلُوا الْقِبْلَةَ وَادْعُوا لِي
“ Bersabda beliau kepada kami : “ Apabila kalian menguburku maka siramkanlah di atas kuburanku air, dan berdirilah dengan menghadap kiblat dan berdoalah untukku “ . (Al-Mu’jam al-Kabir 3/315, (derajat hadits shahih)
Dalil keempat, di dalam Fathul Mu’in dikatakan :
وَيُنْدَبُ لِمَنْ عَلَى شَفِيْرِ الْقَبْرِ أَنْ يُحثِيَ ثَلاَثَ حَثْيَاتٍ بِيَدِيْهِ قَائِلاً مَعَ الْأُوْلَى: {مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ} [20 سُورَةَ طَهَ الآية: 55] وَمَعَ الثَّانِيَةِ : {وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ} [20 سُوْرَةَ طَهَ الآية: 55] وَمَعَ الثَّالِثَةِ: {وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَى} [20 سُوْرَةَ طَهَ الآية: 55] .
“ Orang yang berada di pinggir kuburan (ketika mengubur mayat) disunnahkan agar mengepal tanah sebanyak tiga kepalan dengan kedua tangannya sambil membaca pada kepalan pertama : Minha Khalaqnaakum, kepalan kedua : wa fiihaa nu’iiduukum, kepalan ketiga : wa fiihaa nukhrijukum taaratan ukhra, lalu diletakkan di dekat kepala mayat, sebagaimana sunnah Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi “ (Terjemah Fathul Mu’in hal. 495 (Sinar Baru Algesindo) (derajat hadits hasan)

Dalil kelima, Menurut keterangan Imam Taqiyyuddin yang bersumber dari Abu Abdullah al-Hafizh r.a, Nabi Saw telah bersabda :
مَنْ أَخَذَ مِنْ تُرَابِ الْقَبْرِ حَالَ الدَّفْنِ بِيَدِهِ وَقَرَأَ عَلَيْهِ اِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَجَعَلَهُ مَعَ الْمَيِّتِ فِى كَفْنِهِ أَوْ قَبْرِهِ لَمْ يُعَذَّبْ ذَلِكَ الْمَيِّتُ فِى الْقَبْرِ
 “ Barangsiapa yang mengambil tanah kuburan dengan tangannya ketika mengubur (mayat), lalu membaca surat : Inna Anzalnaahu Lailatil Qadri dan seterusnya 7 kali, lalu (tanah yang sudah dikepal itu) diletakkan pada kafannya atau dalam kuburannya, niscaya mayat itu tidak akan mendapat siksa kubur ” (Terjemah Sabilul Muhtadin Jilid 2 hal. 734-735 (derajat hadits hasan)
Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjari di dalam kitabnya : “ Sabilul Muhtadin “ menambahkan sebagai berikut : “ Sunat menyiram air dingin di atas kuburan kalau ketika itu tidak turun hujan agar jangan debu kuburan itu tersebar ditiup angin dan agar jenazah itu tetap dingin. Haram menyirami kuburan dengan air najis, makruh membubuhi kuburan dengan wangi-wangian dan menyiraminya dengan air mawar.
Sunat sesudah mengubur semua (pengantar dan peziarah) berhenti sebentar di sisi kuburan untuk berdoa semoga jenazah tetap pendiriannya dan diampuni Allah Swt. Sunat sesudah mengubur membaca talkin kalau yang meninggal itu baligh, berakal atau juga gila sesudah mencapai usia baligh sekali pun jenazah orang yang mati syahid. Dan kalau jenazah itu adalah jenazah anak-anak atau orang yang gila sebelum mencapai usia baligh tidaklah sunat mentalkinnya.
Dalil keenam, Di dalam mazhab Imam Abu Hanifah, lafazh talqin adalah sebagai berikut :
يَا فُلَانَ ابْنِ فُلَانٍ، أَوْ يَا عَبْدَ اللَّهِ، أَوْ يَا أَمَةَ اللَّهِ اُذْكُرْ الْعَهْدَ الَّذِي خَرَجْت عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا، وَهُوَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَسُولًا وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِالْمُسْلِمِينَ إخْوَانًا رَبِيَّ اللَّهُ لَا إلَهَ إلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْت وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ انْتَهَى.
" Wahai fulan bin fulan, atau wahai hamba Allah ingatlah petunjuk yang telah kamu pegang saat kamu hidup di dunia, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, sesungguhnya surga itu benar, dan neraka pun benar dan sesungguhnya kiamat itu benar adalah salah satu tanda kekuasaan-Nya yang tidak dapat diingkari, dan sesungguhnya Allah akan membangkitanmu dari dalam kubur, dan kamu ridha Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamu, dan Muhammad Saw adalah utusan-Nya, dan al-Quran sebagai imam-mu, dan ka'bah sebagai kiblatmu, kaum muslimin sebagai saudaramu, tuhan-mu Allah adalah tiada tuhan selain diri-Nya dan kepada-Nya bertawakal dan Dialah tuhan pelimilik Arsy yang agung "  (Syarh Mukhtashir Khalil 2/220, al-Binayah Syarh al- Hidayah 3/177, al-Fawakih ad-Dawani 'alaa Risalah Ibnu Abi Zaid 1/188 (derajat hadits shahih)
Dalil ketujuh, di dalam mazhab Imam Malik, lafazh talqin adalah sebagai berikut :

يَا فُلَانَ ابْنِ فُلَانٍ، أَوْ يَا عَبْدَ اللَّهِ، أَوْ يَا أَمَةَ اللَّهِ اُذْكُرْ الْعَهْدَ الَّذِي خَرَجْت عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْيَا، وَهُوَ شَهَادَةُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - رَسُولًا وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِالْمُسْلِمِينَ إخْوَانًا رَبِّي اللَّهُ لَا إلَهَ إلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْت وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ
" Wahai fulan bin fulan, atau wahai hamba Allah ingatlah petunjuk yang telah kamu pegang saat kamu hidup di dunia, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan tiada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, sesungguhnya surga itu benar, dan neraka pun benar dan sesungguhnya kiamat itu benar adalah salah satu tanda kekuasaan-Nya yang tidak dapat diingkari, dan sesungguhnya Allah akan membangkitanmu dari dalam kubur, dan kamu ridha Allah sebagai tuhanmu, Islam sebagai agamu, dan Muhammad Saw adalah utusan-Nya, dan al-Quran sebagai imam-mu, dan Ka'bah sebagai kiblatmu, kaum muslimin sebagai saudaramu, tuhan-mu Allah adalah tiada tuhan selain diri-Nya dan kepada-Nya bertawakal dan Dialah tuhan pelimilik Arsy yang agung "  (Syarh Mukhtashir Khalil 2/220, al-Fawakih ad-Dawani 'alaa Risalah Ibnu Abi Zaid 1/188, Haasyiyah al-'Aduwi 'alaa Kifayah ath-Thalibin 1/276, Ats-Tsimar, ad-Dani 1/15, Jawahir al-'Uqud 1/361-362)

Dalil kedelapan, Menurut Imam Syafi’i orang yang membaca talqin di kuburan harus duduk di sisi kepala mayat, kemudian bacakan doa ini :

يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَمَةِ اللَّهِ اُذْكُرْ مَا خَرَجْت عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا شَهَادَةَ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَأَنَّ الْجَنَّةَ حَقٌّ، وَأَنَّ النَّارَ حَقٌّ، وَأَنَّ الْبَعْثَ حَقٌّ، وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لَا رَيْبَ فِيهَا، وَأَنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُورِ، وَأَنَّك رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - نَبِيًّا وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا وَبِالْكَعْبَةِ قِبْلَةً وَبِالْمُؤْمِنِينَ إخْوَانًا
" Wahai hamba Allah ingatlah keyakinan yang telah kamu pegang saat kamu hidup di dunia, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan-Nya, sesungguhnya surga itu benar, dan neraka pun benar, sesungguhnya kebangkitan itu benar, dan sesungguhnya kiamat itu benar adalah salah satu tanda kekuasaan-Nya yang tidak dapat diingkari, dan sesungguhnya Allah akan membangkitanmu dari dalam kubur, maka sesungguhnya kamu ridha Allah sebagai tuhanmu, Islam sebagai agamu, dan Muhammad Saw adalah utusan-Nya, dan al-Quran sebagai imam-mu, dan ka'bah sebagai kiblatmu, kaum muslimin sebagai saudaramu, " (Fatawa, Ibn Shalah 1/261, al-Maj'mu Syarh al-Mahadzib 5/304, Asna al-Muthalibin fi Syarh Raudh ath-Thalibin 1/329, Tuhfah al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj 3/207, Mughni al-Muhtaj ilaa Ma'rifat al-Ma'ani 2/60, Nihayah al-Muhtaj ilaa Syarh al-Minhaj 3/41, Nihayah al-Zain 1/162 (derajat hadits shahih)

Dalil kesembilan, bacaan talqin dalam mazhab Imam Ahmad ibn Hanbal adalah :

قَالَ: «إذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ، فَسَوَّيْتُمْ عَلَيْهِ التُّرَابَ، فَلْيَقِفْ أَحَدُكُمْ عِنْدَ رَأْسِ قَبْرِهِ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلَانَ بْنِ فُلَانَةَ فَإِنَّهُ يَسْمَعُ، وَلَا يُجِيبُ، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلَانَ بْنِ فُلَانَةَ الثَّانِيَةَ، فَيَسْتَوِي قَاعِدًا، ثُمَّ لِيَقُلْ: يَا فُلَانَ بْنِ فُلَانَةَ، فَإِنَّهُ يَقُولُ: أَرْشِدْنَا يَرْحَمُكَ اللَّهُ، وَلَكِنْ لَا تَسْمَعُونَ. فَيَقُولُ: اُذْكُرْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنْ الدُّنْيَا، شَهَادَةَ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَأَنَّكَ رَضِيتَ بِاَللَّهِ رَبًّا، وَبِالْإِسْلَامِ
دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - نَبِيًّا، وَبِالْقُرْآنِ إمَامًا. فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيرًا يَتَأَخَّرُ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا فَيَقُولُ: انْطَلِقْ، فَمَا يُقْعِدُنَا عِنْدَ هَذَا وَقَدْ لُقِّنَ حُجَّتُهُ، وَيَكُونُ اللَّهُ تَعَالَى حُجَّتَهُ دُونَهُمَا فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَإِنْ لَمْ يَعْرِفْ اسْمَ أُمِّهِ؟ قَالَ: فَلْيَنْسُبْهُ إلَى حَوَّاءَ» رَوَاهُ ابْنُ شَاهِينَ فِي (كِتَابِ ذِكْرِ الْمَوْتِ)
"Dikatakan: Di mana ada yang mati di antara kalian maka ratakanlah tanahnya, dan hendaklah salah seorang di antara kalian berdiri di atas kuburnya sambil berkata : “ Wahai fulan bin fulan, ... yang mati menjawab, “ Beri aku petunjuk, semoga Allah memberikan rahmat kepadamu. Sayang, kalian (orang-orang yang mentalqini) tidak mendengar jawaban si mayit tersebut. Seorang yang mentalqini tadi hendaknya mengatakan : “ Katakanlah, engkau telah keluar dari dunia ini dengan bersyahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, engkau rela Allah sebagai Tuhanmu, Islam sebagai agamamu, Muhammad sebagai nabimu, al-Quran sebagai imammu, maka malaikat Munkar dan Nakir akan memegang tangannya sambil berkata : “ Mari pergi bersama kami  maka sesuatu yang mendudukkan mayat itu dalam proses penguburan maka sesungguhnya ditalqin kan dengan hujjah-Nya, dan Allah memberikan hujjah kepadanya, maka bertanyalah lelaki itu : Ya Rasulullah, bagaimana bila tidak diketahui nama ibunya ? Beliau menjawab : “ Maka dinasabkan kepada Hawa “ Diriwayatkan oleh Ibnu Syahin dalam kitab Dzikru al-Maut . “ (al-Muhgni, Ibn Qudamah 2/377-278, al-Kafi fi Fiqh al-Imam Ahmad 1/374, al-Iqna fi Fiqh al-Imam Ahmad ibn Hanbal 1/232, al-Furu' al-Tashhih al-Furu' 3/383, Syarh Muntaha al-Iradat 1/374, Kasyf al-Mukhdarat 1/237, Haasyiah ar-Rudh 3/123 (derajat hadits shahih)

No comments:

Post a Comment