Saturday, 13 June 2015

Allah Swt Turun Setiap Malam ke Langit Dunia


Hadits ini secara sanad shahih tetapi sebenarnya hadits ini memiliki ‘illat (cacat) di dalam matan-nya.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي، فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ "

“ dari Abu Hurairah : sesungguhnya Rasulullah Saw bersabba : “ Turunlah Tuhan kami Yang Maha Suci dan Mahatinggi setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam akhir dan berfirman : “ Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan doanya, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku akan Aku berikan (hajatnya), dan barangsiapa yang memohon ampun akan Aku ampuni “ (Shahih Bukhari 2/53, 8/71, 9/143, Shahih Muslim 1/ 251 dll (derajat hadits dhaif fil matan)
Riwayatkan pula sbb :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، وَأَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَا: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللهَ يُمْهِلُ حَتَّى إِذَا ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ، نَزَلَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ؟ هَلْ مِنْ تَائِبٍ؟ هَلْ مِنْ سَائِلٍ؟ هَلْ مِنْ دَاعٍ؟ حَتَّى يَنْفَجِرَ الْفَجْرُ

“ dari Abi Sa’id dan Abu Hurairah berkata, Rasulullah Saw bersabda : “ Sesungguhnya Allah, jika telah pergi (berlalu) sepertiga malam yang pertama, pelan-pelan turun ke langit dunia. Maka Dia berfirman : “ Adakah orang yang minta ampun ? Adakah orang yang bertobat ? Adakah orang yang memohon ? Adakah orang yang berdoa ? hal ini (terjadi) hingga terbitnya fajar “ (Shahih Muslim 1/253, Sunan Ibnu Majah 1/435 dll (derajat hadits dhaif fil matan)
Kelompok sanad oriented akan memberikan takwil kepada kalimat “ turun “ adalah turunnya rahmat, turunnya maghfirah, turunnya keselamatan, turunnya kebaikan dan takwil yang lainnya. Hal ini merupakan argumentasi yang seharusnya dicermati lebih mendalam lagi. Bahkan argumentasi ini terlihat lemah dan ada pula ulama yang melihatnya seperti dibuat-buat.
Keganjilan jawaban sebagian ulama sebagai pendukung sanad oriented bisa dilihat dari al-Quran, di mana Allah Swt berfirman :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوا لِي
“ dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku “ (QS. 2 – al-Baqarah : 186)
Dalam firman lain-Nya :
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“ dan tuhanmu Berfirman : “ Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan “          (QS. 40 – al-Mu’min : 60)
Dalam firman pertama di dalam kalimat “ maka sesungguhnya Aku dekat ” menolak hadits yang berbunyi “ Turunlah Tuhan kami Yang Maha Suci dan Mahatinggi setiap malam ke langit dunia pada sepertiga malam akhir dan berfirman : “ Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan doanya ……” apalagi jika Allah harus turun dengan cara “pelan-pelan turun ke langit dunia ”. Kata “ pelan-pelan turun “ seperti seseorang yang pekerjaannya tidak ingin diketahui oleh orang lain dengan maksud jahat, atau seseorang yang sedang mengendap-endap untuk mengambil sesuatu. Kata-kata tersebut tidak pantas dinis- batkan kepada Allah Tuhan semesta alam. 
Ketika Quran suci menegaskan “ maka sesungguhnya Aku dekat ”, maka tidak perlu Allah sebagai Rabb yang dibutuhkan oleh hamba-Nya untuk mendekati hamba-Nya apalagi sampai harus turun ke langit dunia, seolah-olah sifat-Nya Yang Maha Mendengar seperti terganggu. Astagfirullah al-azhim walaa haula wa laa Quwwata illaa billah
Begitu juga tentang turunnya Allah Swt pada pertengahan malam Nisfu Sya’ban, sebagaimana banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَخَرَجْتُ، فَإِذَا هُوَ بِالبَقِيعِ، فَقَالَ: «أَكُنْتِ تَخَافِينَ أَنْ يَحِيفَ اللَّهُ عَلَيْكِ وَرَسُولُهُ ، قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي ظَنَنْتُ أَنَّكَ أَتَيْتَ بَعْضَ نِسَائِكَ، فَقَالَ: «إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَغْفِرُ لِأَكْثَرَ مِنْ عَدَدِ شَعْرِ غَنَمِ كَلْبٍ
“ Dari ‘Aisyah r.a berkata : Maka sesungguhnya Rasulullah Saw pada suatu malam beliau keluar, lalu aku keluar rumah dan ternyata beliau berada di (pemakaman) Baqi’ . Beliau pun bersabda : “ Apakah kamu khawatir jika Allah akan menganiayamu sedang Rasul-Nya ada di hadapanmu ? “ Aku menjawab : “ Wahai Rasulullah, aku kira engkau mengunjungi istrimu yang lain “. Maka beliau bersabda : “ Sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam pertengahan (Nishfu) bulan Sya’ban, lalu memberi ampunan kepada orang yang jumlahnya lebih banyak dari bulu biri-biri “(Sunan Turmudzi 3/108, Sunan Ibnu Majah 1/444, Musnad Ishaq bin Rahawaih  2/326, 3/979, 3/981,  Musnad Ahmad 43/147, al-Muntakhib min Musnid Abdi Ibnu Hamidat 1/437, 2/373, Akhbarul Makkah, al-Fakahi 3/66,  Mukhtashir al-Ahkam 3/387, Ibanah al-Kabir, Ibnu Bathah 7/225,  Syarh Ushul ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah 3/496, Amaali, Ibnu Basyran 1/238,  ad-Da’wat, al-Baihaqi  2/147,  Syu’abul Iman al-Baihaqi  5/355, 5/356, 5/363,  Fadhail al-Auqat , al-Baihaqi 1/128, 1/130 (derajat hadits dhaif fil matan)

Dalam hadits lainnya yang berasal dari ‘Atha berkata :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ يَطَّلِعُ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ الذُّنُوبَ لِأَهْلِ الْأَرْضِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ وَلَهُ فِي تِلْكَ اللَّيْلَةِ عُتَقَاءُ عَدَدُ شَعَرِ مُسُوكِ غَنَمِ كَلْبٍ. قَالَ إِسْحَاقُ: فَسَّرَهُ الْأَوْزَاعِيُّ أَنَّ الْمُشَاحِنَ الْمُبْتَدِعَ الَّذِي يُفَارِقُ أُمَّةً

“ Bersabda Rasulullah Saw : “ Sesungguhnya Allah muncul pada pertengahan malam Nisfu Sya’ban dan memberi ampunan kepada penduduk bumi kecuali kepada kaum musyrikin atau musyahin dan hal itu terjadi di dalam malam pembebasan (dengan) memberi ampunan kepada orang-orang yang jumlahnya lebih banyak daripada bulu biri-biri. Berkata Ishaq : Maka memberitahukan al-Auzai sesungguhnya al-Musyahin adalah pembuat bid’ah yang memecah belah umat “ (Musnad Ishaq bin Rahawaih  3/981(derajat hadits hasan)
Dalam hadits ini pun Allah Swt diberikan kata kerja “ muncul ”, seolah-olah Allah selama ini tidak pernah ada dalam keberadaannya. Atau bisa saja selama 11 bulan Allah menghilang entah ke mana dan tiba-tiba ketika memasuki Nishfu Sya’ban Allah “ muncul “. Laa Haula Wa laa Quqqata Illaa billah.
Dr. Salahuddin berkata : “ Beberapa ulama hadits yang melakukan kritik atau periwayatan dengan sangat longgar itu terbukti telah meriwayatkan hadits-hadits yang dapat dinilai sebagai legitimasi adanya tasybih (penyerupaan) antara Sang Khaliq dengan makhluk, dan hadits-hadits maudhu’i lainnya, dan pemahaman literal terhadap suatu hadits seraya berpegang kepada kritik sanad semata dan tanpa berpegang pada teori kritik yang membantu kita mengetahui mana hadits yang mungkin muncul dari Nabi Saw dan mana yang tidak. Di saat yang sama, kelompok pertama (sanad oriented) dengan gencar menundukkan akal terhadap hadits, bila sanadnya shahih dengan cara melakukan penakwilan yang dipaksakan -meskipun jelas-jelas bertentangan dengan akal, bahkan hukum aksiomik. Mereka juga enggan menerima tuduhan negatif terhadap salah satu periwayat yang terdapat di dalam rangkaian para periwayat (sanad) yang dijadikan sebagai indikasi muttashil setidaknya atau –
marfu’ tidaknya suatu hadits.
Sebenarnya tidak mungkin terjadi kontradiksi antara hal-hal yang logis dan riwayat yang benar. Karena itu seyogyanya kita memberikan rambu-rambu bagi akal-kita agar tidak begitu saja menolak suatu hadits hanya karena adanya sedikit kontradiksi atau sesuatu yang kurang mungkin. Kita telah mengendalikan diri kita kepada Allah Swt di antaranya dengan cara mengikutkan hawa nafsu kita kepada apa yang dibawa oleh Rasulullah Saw, bukan sebaliknya. Kita juga seyogyanya tidak mengabaikan akal kita, bila ternyata ada riwayat yang jelas bertentangan dengan hukum akal yang telah diakui. Inilah yang perlu kita camkan betul-betul dalam menyelesaikan persoalan di atas.
Akal sehat yang mampu memandang sesuatu secara objektif tidak akan mengakui penisbatan suatu persoalan kepada Rasulullah Saw yang tidak sejalan dengan sabda dan tingkah laku beliau kecuali dalam keadaan terpaksa. Akan tetapi ia tidak akan menolak mengakui adanya kesalahan atau kekeliruan periwayat tsiqah, karena bagaimana pun mereka tidak ma’shum. “ Wallahu ‘alam bish-shawab

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Hadis ini juga bertentangan dengan ayat 16 dalam Surah Qaf
    وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ (١٦)
    Dan sungguhnya, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya".
    Syabas kepada saudara kerana berani mengeluarkan pendapat yang tidak disenangi kebanyakan orang.
    Bagi saya senang (enteng) sahaja, kalau maksud hadis bertentangan dengan AlQuran, pilihlah AlQuran (walaupun hadis itu digelar mutawatir).

    ReplyDelete