Saturday 13 June 2015

Mayat Disiksa Karena Tangisan Orang Yang Menangisinya


Hadits ini banyak diamalkan oleh orang-orang Wahabi dan yang sejenisnya. Bahwa mereka meyakini dengan menangisi mayat ketika matinya akan menambah siksa bagi si mayat tersebut. Kaum Wahabi membawakan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَحَدٍ
“ Sesungguhnya mayat akan disiksa karena tangisan salah seorang (darimu) ” (Al-Mustadrak, al-Hakim 1/527 )
Dalam hadits lainnya yang berasal dari Ibnu Umar dari Umar bin Khatab r.a sesung- guhnya Nabi Saw bersabda :
إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِالنِّيَاحَةِ عَلَيْهِ فِي قَبْرِهِ
“ Sesungguhnya mayat akan disiksa karena tangisan atasnya di dalam kubur ” (As-Sunan al-Kabir, al-Baihaqi 4/118)

Dalam hadits lainnya yang berasal dari Umar bin Khatab r.a sesungguhnya Nabi Saw bersabda :
 يُعَذَّبُ بِبَعْضِ بُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ
“ Sesungguhnya mayat akan disiksa karena sebagian dari keluarganya menangisinya ” (Ma’rifah as-Sunan, al-Baihaqi 5/346, Shahih Muslim 2/641)

Hadits-hadits tentang menangisi mayat ini diriwayatkan pula dalam :
Shahih Bukhari 2/79, riwayat dari Ibnu Umar r.a
Shahih Muslim 2/638, riwayat Ibnu Umar r.a
al-Mu’jam al-Kabir 12/252, 12/330, 12/344, riwayat dari Ibnu Umar r.a
Musnad Abu Yala 1/244, 1/162, riwayat dari Umar bin Khatab r.a

Hadits tersebut apabila dilihat dari sanad (perawi) memang shahih, tetapi sesungguh- nya hadits tersebut kedudukan akhirnya tidaklah shahih. Adapun redaksi hadits tersebut tidaklah lengkap. Ketidaklengkapan ini menjadikan sebagian kaum muslimin meyakininya sebagai pembenaran atas amaliah mereka. Jadi, bagaimana mungkin akal sehat dan syari’at akan menerima dan membenarkan sesuatu yang tidak lengkap dan tidak benar sebagai wujud kebenaran sejati ?

Untuk hadits pertama yang diriwayatkan di dalam al-Mustadrak 1/537, yang redaksi- nya berbunyi :
إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَحَدٍ
“ Sesungguhnya mayat akan disiksa karena tangisan salah seorang (darimu) ”

Padahal Imam al-Hakim tidak meriwayatkan hadits sependek itu, atau mungkin saja ada pihak-pihak yang bertangan kotor memotong hadits tersebut seperti sekte Wahabi (PERSIS) dan yang sejenisnya. Adapun hadits itu selengkapnya adalah sbb :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي مُلَيْكَةَ، مُنَاظَرَةِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ وَعَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْعَبَّاسِ فِي الْبُكَاءِ عَلَى الْمَيِّتِ، وَرُجُوعِهِمَا فِيهِ إِلَى أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ عَائِشَةَ وَقَوْلِهَا: وَاللَّهِ مَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الْمَيِّتَ يُعَذَّبُ بِبُكَاءِ أَحَدٍ، وَلَكِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الْكَافِرَ يَزِيدُهُ عِنْدَ اللَّهِ بُكَاءُ أَهْلِهِ عَذَابًا شَدِيدًا، وَإِنَّ اللَّهَ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَى، وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى

“ Dari Abdullah bin Abu Mulaikah, telah bermunazharah (berselisih) Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Abbas di dalam masalah menangisi mayit, dan merujuk mereka berdua kepada Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a dan beliau berkata : Demi Allah tidaklah yang disabdakan oleh Rasulullah Saw adalah : “ Sesungguhnya mayat akan disiksa dikarenakan tangisan salah seorang dari kalian”, tetapi Rasulullah Saw bersabda : “ Sesungguhnya orang kafir akan ditambah (siksaannya) oleh Allah karena ditangisi oleh keluarganya dengan siksaan yang sangat keras, dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan tertawa dan menangis (QS.53 – an-Najm : 43), dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain (QS. 6 – an-An’am : 164) ” (Al-Mustadrak 1/537 (derajat hadits shahih)
Jadi jelaslah, bahwa memotong-motong hadits tidak patut dilakukan oleh seseorang yang berusaha menjadi seorang mubaligh yang baligh. Tidak patut pula masyarakat awam  berusaha menjadikan diri mereka sebagai hakim agama, padahal mereka minim referensi, ---minim guru dan tidak pula diberikan kemampuan untuk meneliti berbagai sanad dan matan hadits secara teliti dan mendalam.

Bahkan dalam redaksi lainnya dikatakan :
فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: فَلَمَّا مَاتَ عُمَرُ ذَكَرْتُ ذَلِكَ لِعَائِشَةَ فَقَالَتْ: يَرْحَمُ اللَّهُ عُمَرَ , وَاللَّهِ مَا حَدَّثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللَّهَ يُعَذِّبُ الْمُؤْمِنَ بِبُكَاءِ أَحَدٍ,  وَلَكِنْ قَالَ: إِنَّ اللَّهَ يَزِيدُ الْكَافِرَ عَذَابًا بِبُكَاءِ أَهْلِهِ عَلَيْهِ , : وَقَالَتْ عَائِشَةُ: حَسْبُكُمُ الْقُرْآنُ: {وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى} [سورة: الأنعام، آية رقم: 164]
“ Maka berkata Ibnu Abbas : ketika wafatnya Umar mengingatkan kepada ‘Aisyah di mana beliau berkata : “ Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Umar. Demi Allah,  tidaklah Rasulullah Saw menyabdakan : “ Sesungguhnya Allah akan menyiksa seorang mu’min karena tangisan keluarganya. Tetapi beliau bersabda : “ Sesungguhnya Allah akan akan menambah siksa seorang kafir karena tangisan keluarganya “. Maka ‘Aisyah berkata : “ Cukuplah bagi kalian (untuk menolak hadits Umar dan Ibnu Umar itu) dengan ayat : “ Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain “ (QS. 6 / al-An’aam : 164).  (Ma’rifah as-Sunan, al-Baihaqi 5/346  (derajat hadits shahih)
Bahkan, Siti ‘Aisyah r.a menceritakan asbab al-wurud  hadits tersebut sbb :
وَأَمَّا قَوْلُهُ " إِنَّ الْمَيِّتَ لَيُعَذَّبُ بِبُكَاءِ الْحِيِّ " , فَلَمْ يَكُنِ الْحَدِيثُ عَلَى هَذَا , وَلَكِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِدَارِ رَجُلٍ مِنَ الْيَهُودِ قَدْ مَاتَ , وَأَهْلُهُ يَبْكُونَ عَلَيْهِ , فَقَالَ: " إِنَّهُمْ لَيَبْكُونَ عَلَيْهِ , وَإِنَّهُ لَيُعَذَّبُ " وَاللهُ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ {لَا يُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا} [البقرة: 286] ". سَلَمَةُ بْنُ الْفَضْلِ الْأَبْرَشُ يَرْوِي مَنَاكِيرَ , وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَبِي سُلَيْمَانَ الشَّامِيِّ , وَهُوَ بُرْدُ بْنُ سِنَانٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا مُرْسَلًا فِي إِعْتَاقِ وَلَدِ الزِّنَا , وَاللهُ أَعْلَمُ

“ dan adapun sabda beliau : “ Sesungguhnya mayat disiksa karena tangisan orang yang hidup “, bukanlah begitu maksud hadits itu, tetapi (yang benar) adalah Rasulullah Saw suatu hari melewati rumah seorang Yahudi yang mati. Sementara keluarganya menangisinya. Melihat hal itu beliau bersabda : “ Sesungguhnya mereka sedang menangisinya, dan sesungguhnya sementara ini (mayat itu sedang) disiksa oleh Allah “, dan Allah Azza wa Jalla telah berfirman : “ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya “ (QS.2 – al-Baqarah : 296) (As-Sunan al-Kabir 10/99, Shahih Ibnu Hibban 5/406, Musnad Ishaq bin Rahawaih 3/662, 3/972, Musnad Ahmad 1/387 (derajat hadits shahih/masyhur)
Dalam keterangan di atas Ummul Mukminin ‘Aisyah r.a menolak hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Umar bin Khatab r.a dengan menjelaskan asbab al-wurud-nya. Sebenarnya ‘Aisyah r.a tidak mencurigai mereka berdua. Beliau hanya mengemukakan alasan yang sebenarnya. Karena tatkala berita itu sampai ia berkata : “ Sesungguhnya kalian meriwayatkan hadits kepadaku bukan dari orang-orang yang berdusta. Hanya saja pende- ngaran mereka kurang benar “(Metodologi Kritik Matan Hadits hal. 89)
Alasan ‘Aisyah r.a ini telah dibenarkan oleh riwayat lainnya, misalnya : diriwayatkan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw menguburkan putranya (Ibrahim), beliau berdiri di atas pusaranya dan bersabda : (Ruhul Bayan 4 / 417, Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 3/62, riwayat Abdurrahman bin ‘Auf r.a,)
يَا بُنَيَّ الْقَلْبُ يَحْزَنُ وَالْعَيْنُ تَدْمَعُ وَلاَ نَقُولُ مَا يَسْخُطُ الرَّبُ إِنَّاوَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ, يَا بُنَيَّ قُلِ اللَّـهُ رَبِّي وَاْلاِسْلاَمُ دِيْنِي وَرَسُولُ اللَّـهِ أَبِي
 “ Duh anakku, kalbu sedih, mata pun berlinang, dan kami tidak mau mengatakan sesuatu yang membuat murka Rabb-Ku. Sesungguhnya kita milik-Nya, dan kepadanyalah kita semua kembali. Hai anakku, katakanlah : “ Allah sebagai Rabb-Ku, Islam sebagai agamaku dan Rasul Allah adalah ayahku “.
فَبَكَتِ الصَّحَابَةُ مِنْهُمْ عُمَرَ رَضِيَ اللَّـهُ عَنْهُ حَتَّى اِرْتَفَعَ صَوْتَهُ فَالْتَفَتْ إِلَيْهِ رَسُولُ اللَّـهِ فَقَالَ:
“ Maka menangislah para sahabat, di antaranya adalah Umar r.a, hingga suaranya meninggi, maka Rasulullah Saw berpaling kepadanya seraya berkata :
مَا يَبْكِيْكَ يَا عُمَرَ ؟
“ Hai Umar, apa yang membuatmu menangis ? “
فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّـهِ هَذَا وَلَدُكَ وَمَا بَلَغَ الْحِلْمُ وَلاَ جَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ وَيَحْتَاجُ إِلَى تَلْقِيْنِ مِثْلِكَ يُلَقِّنُهُ التَّوْحِيْدُ فِي مِثْلِ هَذَا الْوَقْتِ، فَمَا حَالُ عُمَرَ وَقَدْ بَلَغَ الْحِلْمَ وَجَرَى عَلَيْهِ الْقَلَمُ وَلَيْسَ لَـهُ مُلَقِّنٌ مِثْلَكَ فَبَكَى النَّبِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَبَكَتِ الصَّحَابَةُ مَعَهُ
“ Umar menjawab : “ Ya Rasulullah, jenazah ini adalah putramu yang lagi baligh, kalam (pena pencatat) pun belum lagi berlaku baginya, namun dia memerlukan talqin dari orang sepertimu yang ditalqini dengan ketauhidan pada waktu seperti ini. Bagaimana pula halnya dengan Umar yang telah dewasa, kalam telah berlaku baginya, dan Umar pun tidak memiliki penalqin sepertimu ? Nabi Saw pun menangis dan para sahabat lainnya pun menangis bersamanya.
فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ بِقَوْلِـهِ تَعَالَى: يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا, بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَوةِ الدُّنْيَا وَفِي اْلآخِرَةِ فَتَلاَ النَّبِيُّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ اَلْآيَةَ فَطَابَتِ الْأَنْفُسُ وَسَكَنَتِ الْقُلُوبُ وَشَكَرُوا اللَّـهَ
“ Kemudian Malaikat jibril turun membawa firman Allah : “ Allah mengokohkan orang-orang yang beriman dengan perkataan yang kokoh dalam kehidupan dunia dan akhirat “. (QS. 14 / Ibrahim : 27) Kemudian Nabi Saw membaca ayat itu sehingga setiap diri menjadi senang, kalbu-kalbu menjadi tentram, dan mereka bersyukur kepada Allah. “
Dalam hadits lain disebutkan, “ Air mata Rasulullah Saw mengalir ketika anaknya diangkat dan diserahkan kepada beliau. Terdengar seperti sesuatu dimasukkan ke tempat minum yang basah. Bangkitlah bersama beliau Sa’ad bin Ubadah, Mu’adz bin jabal, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid bin Tsabit dan seorang sahabat lainnya. Lalu Sa’ad bertanya kepada beliau, : Ada apa ini yang Rasulullah ? “
هَذِهِ رَحْمَةٌ جَعَلَهَا اللَّهُ فِي قُلُوبِ عِبَادِهِ، وَإِنَّمَا يَرْحَمُ اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الرُّحَمَاءِ
“ (Air mata) Ini adalah rahmat yang Allah ciptakan di dalam hati hamba-hamba-Nya, Allah hanya menyayangi hamba-hamba-Nya yang penyayang “(Shahih Bukhari 2 / 79, Shahih Muslim 2 /  635, Musnad Abu Dawud ath-Thayalis 2 / 26, Musnad Abdur Razzaq 3 / 551, Musnad ibnu Abi Syaibah 1 / 120, Musnad Ahmad 4 / 325, al-Mustadrak 3 / 304 (derajat hadits shahih/masyhur)
Diriwayatkan pula dalam hadits masyhur lainnya :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ، قَالَ: اشْتَكَى سَعْدُ بْنُ عُبَادَةَ شَكْوَى لَهُ، فَأَتَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُهُ مَعَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ، وَسَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، وَعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ، فَلَمَّا دَخَلَ عَلَيْهِ وَجَدَهُ فِي غَشِيَّةٍ، فَقَالَ: «أَقَدْ قَضَى؟» قَالُوا: لَا، فَبَكَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا رَأَى الْقَوْمُ بُكَاءَ فَقَالَ: «أَلَا تَسْمَعُونَ؟ إِنَّ اللهَ لَا يُعَذِّبُ بِدَمْعِ الْعَيْنِ، وَلَا بِحُزْنِ الْقَلْبِ، وَلَكِنْ يُعَذِّبُ بِهَذَا - وَأَشَارَ إِلَى لِسَانِهِ
“ Dari Abdullah bin Umar r.a, berkata : maka mendatangi Rasulullah Saw bersama Abdrur- rahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud melayat Sa’ad bin Ubadah (ketika matinya), maka mereka pun memasuki (rumahnya) dalam keadaan sangat terpukul. Maka bertanya (Ibnu Mas’ud) : “ Apa yang mesti dilakukan ? “ Sahabat ada yang menjawab : “ Tidak tahu “ Rasulullah Saw menangis ketika melihat mereka menangis. Rasulullah Saw lalu bersabda : “ Apa kalian tidak mendengar ? Sesungguhnya Allah Swt tidak menyiksa seseorang karena linangan air mata dan tidak pula karena kesedihan hati, tetapi Allah Swt menyiksa seseorang itu karena ini “ Beliau memberi isyarat kepada lidahnya “(Shahih Muslim 2/636, Syarh Ma’aani al-Aatsar 4/292, Shahih Ibnu Hibban 7/431, al-Musnad al-Mustakhraji ala Shahih Muslim, Abi Nu’aim 3/10, as-Sunan as-Shagir, al-Baihaqi 2/34, as-Sunan al-Kabir, al-Baihaqi 4/115, Syu’abul Iman, al-Baihaqi 12/432 (derajat hadits shahih/masyhur)
Tentang kesalahan Umar bin Khatab dan Ibnu Umar meriwayatkan hadits tersebut pun di abadikan di dalam Shahih Muslim sbb :
". قَالَ أَيُّوبُ: قَالَ ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ: حَدَّثَنِي الْقَاسِمُ بْنُ مُحَمَّدٍ، قَالَ: لَمَّا بَلَغَ عَائِشَةَ، قَوْلُ عُمَرَ، وَابْنِ عُمَرَ، قَالَتْ: إِنَّكُمْ لَتُحَدِّثُونِّي عَنْ غَيْرِ كَاذِبَيْنِ، وَلَا مُكَذَّبَيْنِ، وَلَكِنَّ السَّمْعَ يُخْطِئُ
“ Berkata Abu Ayyub : berkata Abu Mulaikah : mengabarkan kepadaku al-Qasim ibn Muhammad, berkata : sebagaimana yang disampaikan ‘Aisyah tentang perkataan Umar dan Ibnu Umar, beliau berkata : sesungguhnya mereka tidak  meriwayatkan hadits kepadaku dari orang-orang yang berdusta, dan tidak pula mereka berdua berdusta. Hanya saja pendengaran mereka kurang benar ” (Shahih Muslim 2/641, as-Sunan al-Kabir, al-Baihaqi  4/122, as-Sunan al-Kabir, an-Nasai 2/393, Musnad Ishaq bin Rahawaih 3/663, Musnad Ahmad 1/387, Musnad Abu Dawud ath-Thayalis 3/102, (derajat hadits shahih)

Bukan hanya Umar bin Khatab dan Ibnu Umar r.a yang salah mendengar dalam meriwayatkan hadits ini, tetapi Abu Hurairah pun tidak luput dari kesalahan ini. Oleh sebab itu ‘Aisyah r.a berkata :

رَحِمَ اللهُ أَبَا هُرَيْرَةَ
“ Semoga Allah merahmati Abu Hurairah ” (As-Sunan al-Kabir 10/99, Shahih Ibnu Hibban 5/406, Musnad Ishaq bin Rahawaih 3/662, 3/972, Musnad Ahmad 1/387 (derajat hadits shahih)
Jadi jelaslah, baik Umar bin Khatab, Ibnu Umar dan Abu Hurairah r.a dalam hal ini telah salah meriwayatkan hadits begitu pula sebagian tabi’in dan tabiut tabi’in setelahnya. Dan yang sangat disayangkan, bahwa karena kesalahan ini jutaan umat muslim meyakini 100 % bahwa pihak keluarga yang menangisi keluarganya yang telah mati adalah sebuah bid’ah yang menyesatkan. Sehingga tidak aneh apabila mereka melarang dengan keras ritual para Nahdhiyin. Sekarang kita dapat mengetahui dengan jelas, bahwa sebenarnya sahabat yang tidak mengetahui asbabul wurud hadits ini secara tidak langsung telah memberikan pemaha- man yang kurang baik terhadap sebagian kaum muslim, walaupun sebenarnya mereka tidak berniat seperti itu. Oleh karena itulah, kritik matan hadits sangat penting demi terciptanya pemahaman yang baik dan benar, serta mengembalikan pemahaman hadits sesuai dengan kehendak pembuat dan pemilik syariat.
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوتُ إِلَّا تَبْكِي عَلَيْهِ الْأَرْضُ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا

“ Tidaklah seorang mukmin mati kecuali akan ditangisi oleh bumi selama 40 pagi ” (Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 7/215, 7/136, Hilyah al-Auliya 7/96, Syu’abul Iman 4/559, 4/560, as-Sunan al-Kabir an-Nasai 10/402, Syarh as-Sunan al-Baghawi 5/271 (derajat hadits hasan)


Jika atsar ini shahih, maka aneh pula-lah bila Allah tidak melaknat bumi yang setiap saat menangisi hamba-hamba-Nya yang mukmin.
Sehingga hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatab, Ibnu Umar dan Abu Hurairah r.a dinyatakan sebagai hadits yang memiliki sanad syadz. Maksudnya adalah, sering terjadi sanad itu shahih bila diukur dengan 3 kriteria sebelumnya yaitu : muttasil, adil dan perawinya dhabit, tetapi ada sanad lain yang berbeda, yang nilainya lebih kuat karena adanya lebih banyak perawi tsiqah yang berbeda dengan periwayat-periwayat pada sanad pertama atau karena mereka memiliki daya hafal atau ketelitian lebih dibandingkan periwayat-periwayat pada sanad pertama. Dalam kondisi seperti ini, sanad pertama dinilai dhaif, dan biasa dikenal dengan istilah sanad syadz, sedang sanad yang lain menjadi kuat, dan biasa dikenal dengan istilah sanad mahfuzh. (Metodologi Kritik Matan Hadits hal. 19)

Sehingga hasil akhir hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatab, Ibnu Umar dan Abu Hurairah r.a berkedudukan sebagai hadits  shahih fil sanad, tetapi syadz fil matan . Ditambah dengan ketidaklengkapan matan (redaksi) haditsnya dan kesalahan dalam meriwa- yatkan. Sehingga matan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatab, Ibnu Umar dan Abu Hurairah r.a dinilai sebagai hadits dhaif fil matan yang tidak berhak diamalkan karena hal ini berhubungan dengan akidah, bukan berhubungan dengan amalan sunnah.
Perlu juga dipahami, bahwa kesalahan dalam meriwayatkan hadits karena tidak adanya tabayyun di antara sesama perawi syariat tidak termasuk dalam wilayah ijtihadiyah. Oleh karena itu kesalahan seperti ini tidak boleh terulang dan tidak seharusnya diberikan apresiasi. Semoga Allah merahmati semua perawi syariat, memberikan pahala atas hadits yang disampaikannya secara lengkap, dan mengampuni atas dosa-dosa mereka terhadap hadits-hadits yang tidak lengkap dengan tidak ada unsur kesengajaan dan penipuan.

Allahummaghfirlahum ‘ala dzunubihim

2 comments:

  1. Matursuwun Yai, terimakasih banyak ilmunya, barangkali jawaban saya berikut juga bisa membantu, http://quantumfiqih.blogspot.co.id/2018/04/mayit-ditangisi-kok-malah-disiksa.html

    ReplyDelete
  2. Hard Rock Casino | Dr.MD
    Hard 양산 출장마사지 Rock Casino, Inc. provides hotel accommodation services, 세종특별자치 출장샵 in-room dining, gaming 제천 출장안마 and resort management, entertainment, dining, and shopping. Dr. 창원 출장마사지 Maryland has 아산 출장마사지

    ReplyDelete