Saturday 13 June 2015

Ibunya Nabi Saw Mati Dalam Keadaan Kafir ?


Hadits ini sering disampaikan oleh kaum Khawarij (Wahabi Takfiri)  sebagai pelara- ngan berziarah kubur atau sebagai bukti bahwa ibunya Nabi Saw mati dalam keadaan kafir.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: زَارَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ، ثُمَّ قَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي فَزُورُوا الْقُبُورَ، فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتُ
“ Dari Abu Hurairah, berkata : “ Menziarahi Rasulullah Saw kekuburan ibunya kemudian beliau menangis dan menangis pula orang-orang yang disekitarnya, kemudian beliau bersabda : “ Aku mohon izin Tuhan agar bisa menziarahi kuburan ibunya dan Tuhan mengizinkannya, dan aku minta izin kepada-Nya agar Dia mengampuninya tetapi Dia tidak mengizinkanku, maka berziarah kuburlah karena sesungguhnya dengan berziarah kubur akan mengingatkan kepada kematian ” (Al-Mustadrak 1/531, Shahih Muslim 2/681, Sunan Abu Dawud 3/218, Sunan Nasai 4/90 (derajat hadits dhaif fil matan)

Secara sepintas kita akan menilainya sebagai hadits shahih, akan tetapi justru dalam matan-nya banyak terdapat keganjilan.
Pertama, dalam kalimat “  beliau bersabda : “ Aku mohon izin Tuhan agar bisa men- ziarahi kuburan ibunya dan Tuhan mengizinkannya ” dan sudah maklum bahwa tujuan berziarah kubur adalah untuk mendoakan si mayat, akan tetapi redaksi selanjutnya adalah “  dan aku minta izin kepada-Nya agar Dia mengampuninya tetapi Dia tidak mengizinkan- ku” jadi bagaimana bisa diterima oleh syariat dan akal sehat, ketika Allah mengizinkan Nabi Saw untuk menziarahi ibunya, akan tetapi sekaligus Dia melarang Nabi Saw untuk memo- honkan ampunan untuknya ? 
Kedua, setelah Allah melarang Nabi Saw untuk mendoakan ibunya kemudian Nabi Saw bersabda “ maka berziarah kuburlah karena sesungguhnya dengan berziarah kubur akan mengingatkan kepada kematian ”. Redaksi hadits antara yang satu dengan yang lainnya membingungkan, di satu sisi mengizinkan kemudian melarang dan setelah itu mengizinkan kembali. Apabila berziarah kubur tidak akan mendatangkan manfaat bagi si mayat lalu mengapa Nabi Saw memerintahkannya ? Tidak masuk akal bukan ?
Dr. Salahuddin ibn Ahmad al-Adlabi berkata : “ Menghadapi musuh-musuh Islam yang memalsukan hadits dengan menggunakan sanad shahih, tetapi matannya tidak shahih. Banyak musuh Islam dan orang yang meragukan hadits menemukan hadits yang sepintas lalu tampak sanadnya shahih, akan tetapi isinya menyimpang dari prinsip-prinsip ajaran Islam secara umum. Hadits-hadits seperti inilah yang mereka jadikan sebagai sandaran untuk melakukan berbagai tuduhan terhadap Islam atau terhadap diri Rasulullah Saw. Adakalanya hadits-hadits semacam itu diriwayatkan oleh periwayat-periwayat dlabit dan handal. Di sini kita dituntut (dipaksa) untuk menilainya shahih dan menerimanya “.
Kelompok yang menyakini ibu kandung Nabi Saw mati dalam keadaan kafir atau musyrik  berhujjah dengan ayat ini :
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِيْنَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِيْنَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيْمِ
 “ tidak sepantasnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam ”                          (QS. 9 – at-Taubah : 113)
Padahal telah datang banyaknya hadits yang menyatakan bahwa ibunya Nabi Saw bukanlah seorang kafir atau musyrik.
فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: عَجِلْتَ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَكُنْ بَطْنٌ مِنْ قُرَيْشٍ، إِلَّا كَانَ لَهُ فِيهِمْ قَرَابَةٌ، فَنَزَلَتْ عَلَيْهِ : ذَالِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ قُلْ لَا أَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلاَّ الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى وَمَنْ يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَزِدْ لَهُ فِيْهَا حُسْناً إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
“ Berkata Ibnu Abbas r.a : “ Tidak ada satu marga pun dari golongan suku Qurasy kecuali Rasulullah Saw memiliki hubungan kerabat dengan mereka, lalu turun firman Allah Swt : “ Itulah karunia yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengerjakan amal saleh. Katakanlah : “ Aku tidak meminta kepadamu sesuatu pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan “. Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri ”  (QS. 42 – asy-Syu’ara : 23) (Wafa al-Wafa hal. 55-56)
Dikatakan dalam hadits :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ: " أَنَّ قُرَيْشًا كَانَتْ نُورًا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ آدَمَ بِأَلْفَيْ عَامٍ يُسَبِّحُ ذَلِكَ النُّورُ وَتُسَبِّحُ الْمَلَائِكَةُ بِتَسْبِيحِهِ , فَلَمَّا خَلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ آدَمَ أَلْقَى ذَلِكَ النُّورَ فِي صُلْبِهِ , فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَأَهْبَطَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَى الْأَرْضِ فِي صُلْبِ آدَمَ , وَجَعَلَنِي فِي صُلْبِ نُوحٍ فِي سَفِينَتِهِ , وَقَذْفَبِي فِي النَّارِ فِي صُلْبِ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ , ثُمَّ لَمْ يَزَلْ يَنْقُلُنِي فِي الْأَصْلَابِ الْكَرِيمَةِ إِلَى الْأَرْحَامِ الطَّاهِرَةِ , حَتَّى أَخْرَجَنِي مِنْ بَيْنَ أَبَوَيَّ , وَلَمْ يَلْتَقِيَا عَلَى سِفَاحٍ قَطُّ

“ Dari Ibnu Abbas r.a : “ Sesungguhnya kaum Quraisy dahulu berupa cahaya yang berada di antara Allah Azza wa Jalla sebelum Allah menciptakan Adam 1000 tahun (sebelumnya), bertasbihlah cahaya itu dan bertasbih pula para malaikat dengan tasbih itu, dan ketika Allah Azza wa Jalla menciptakan Adam dengan 1000 cahaya itu di dalam sulbinya, maka bersabda Rasulullah Saw : “ Aku diturunkankan oleh Allah Azza wa Jalla ke bumi di dalam sulbi Adam, dan menjadikanku di dalam sulbi Nuh di dalam kapalnya, dan dilemparkan aku ke dalam api di dalam sulbi Ibrahim alahis salam, Kemudian terus-menerus Allah memindahkanku dari berbagai sulbi yang mulia dan rahim yang suci, sehingga Dia mengeluarkanku melalui ibu bapakku yang tidak pernah terjerumus ke dalam perzinahan “(Asy-Syari’ah,  al-Ajari 3/1419, diperkuat dengan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab-kitab Sirah nanawi al : asy-Syifa bita’lif Huquq al-Musthafa 1/183, 1/328, as-Sirah an-Nabawiyah, Ibnu Katsir 1/196, Washilah al-Islam an-Nabi Shallahu ‘Alahi wa wa Sallam 1/35, ‘Imta’u al-Asma’ 3/190, Bihujah al-Muhafil wa Bighayyah al-Amtsal 1/16, al-Khashais al-Kabir 1/66, Sabil al-Huda wa ar-Rasyad fi Sirah Khair al-‘Ibad 1/72, 1/237, Tarikh al-Khamis fi Ahwal Anfus an-Nafis 1/21, Sirah asy-Syifa 1/43, 1/206, 1/368, Insal al-‘Uyun 1/44, 1/46 (derajat hadits hasan shahih)
Dalam sabdanya “ sehingga Dia mengeluarkanku melalui ibu bapakku yang tidak pernah terjerumus ke dalam perzinahan ” membuktikan bahwa orangtuanya Nabi Saw seorang muslim pangikut ajaran Nabi Ibrahim a.s.
Di dalam kitab Wafa al-Wafa, Ibnu al-Jauzi meriwayatkan beberapa hadits tentang indikasi keislaman orangtuanya Nabi Saw sbb :
Dari Abi al-Fayyadh, ia berkata : “ Bahwasanya Abdullah pernah bertemu dengan seorang wanita dari Khats’am yang bernama Fatimah binti Murr. Ia adalah wanita yang paling cantik dan terhormat di kalangan para wanita dan telah membaca al-Kitab. Para pemuda suku Quraisy selalu membicarakannya. Perempuan itu melihat cahaya kenabian di wajah Abdullah, kemudian ia berkata : “ Hai pemuda, darimanakah anda ? “ Abdullah pun memberitahukan tujuannya. Perempuan itu berkata : “ Apakah engkau mau menggauliku ? Aku akan memberimu seratus ekor unta “. Abdullah melihatnya dan berkata : (Wafa al-Wafa hal. 65)
Adapun hal yang haram maka jalan lainnya adalah kematian, Adapun perkara yang halal maka tak dapat dijelaskan. Lalu bagaimana pula dengan keinginanmu itu

Bibi Wahab bin Rabi’ah berkata : “ Kami pernah mendengar bahwasanya Rasulullah Saw ketika berada di dalam kandungan Aminah binti Wahb, Aminah pernah berkata : “ Aku tidak merasakan diriku sedang mengandungnya dan tidak merasa keletihan seperti yang dialami oleh kebanyakan perempuan. Hanya saja aku merasa aneh ketika darah haidhku terhenti. Seorang malaikat datang kepadaku, waktu itu aku berada antara tidur dan sadar. Ia berkata : “ Apakah engkau merasa bahwa engkau telah hamil ? “ Rasanya aku pun berkata : “ Aku tidak tahu “. Ia berkata : “ Sesungguhnya engkau telah mengandung pemimpin dan Nabi umat ini “. Yang demikian itu terjadi pada hari Senin. (Wafa al-Wafa hal. 66)
Aminah berkata : “ Ini membuatku merasa yakin bahwa aku telah hamil . Malaikat yang datang tadi meninggalkanku sehingga dekatnya masa kelahiran. Malaikat itu datang lagi kepadaku dan berkata : “ Katakanlah wahai Aminah : “ Aku memohon perlindungan kepada Allah Yang Maha Esa untuk anak ini dari kejahatan semua yang memiliki rasa hasad “. Aminah berkata : “ Aku mengucapkan ta’awudz dan menyebutkannya dengan lisanku sendiri “.
Adakah seorang perempuan kafir atau musyrik yang ketika mengandung didatangi oleh malaikat dan diajari doa-doa olehnya ? Maksimalkanlah akal sehatmu yaa ulil abshar ! Ibunda Nabi Saw adalah seorang pengikut ajaran Nabi Ibrahim a.s. Andaikata beliau bukan seorang pengikut ajaran Nabi Ibrahim a.s, tetapi sebagai seorang ahli kitab yang benar-benar ahli kitab, Allah Swt dengan kebenaran-Nya tetap membelanya, sebagaimana firman-Nya :
الَّذِينَ آتَيْناَهُمُ الْكِتاَبَ يَتْلُونَهُ حَقَّ تِلاَوَتِهِ أُولَئِكَ يُؤْمِنُونَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخاَسِرُونَ
“ Orang-orang yang telah Kami beri Kitab, mereka membacanya sebagaimana mestinya, mereka itulah yang beriman kepada-Nya. Dan barangsiapa yang ingkar kepada-Nya mereka itulah orang-orang yang merugi “ (QS. 2 / Al-Baqarah : 121)
Ibunda Nabi Saw telah menjalani hidup mulia di zamannya dengan syariat yang berlaku di zamannya pula. Hormati dan terimalah syariat-Nya yang telah berlaku di zaman sebelumnya sebagaimana firman-Nya :
لِكُلٍّ جَعَلْناَ مِنْكُمْ شِرْعَةً وَّمِنْهاَجاً
“ Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang “               (QS. 5 / Al-Maidah : 48)
Yakinilah, bahwa Nabi Saw telah Allah Swt lahirkan dari kelompok terbaik, sebagai- mana sabdanya :
أَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ الخَلْقَ فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ فِرْقَةً، ثُمَّ جَعَلَهُمْ فِرْقَتَيْنِ فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ  فِرْقَةً، ثُمَّ جَعَلَهُمْ قَبَائِلَ، فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ قَبِيلَةً، ثُمَّ جَعَلَهُمْ بُيُوتًا فَجَعَلَنِي فِي خَيْرِهِمْ بَيْتًا وَخَيْرِهِمْ نَسَبًا
“ Aku Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthallib. Allah menciptakan makhluk lalu menjadikanku berada dalam kelompok terbaik. Kelompok terbaik tersebut terbagi dua, kemudian Allah menjadikanku berada di bagian terbaik. Kemudian Allah menjadikan mereka bersuku-suku, dan menjadikanku di bagian terbaik. Kemudian ia menjadikan mereka bertempat tinggal dan menjadikanku hidup dalam rumah dan jiwa terbaik pula ” (Sunan Turmudzi 5/543, 5/584, 6/8  riwayat al-Muthalib bin Abi Wada’ah r.a dari Ibnu Abbas r.a, Musnad Ahmad 3/207, Musnad al-Bazzar 4/140, al-Mukhalashiyah 3/139, al-Mustadrak, al-Hakim 3/275, Syarh ‘Itiqad Ahlussunnah wal Jama’ah 4/828, (derajat hadits hasan shahih)
Jadi bagaimana mungkin sabda Nabi Saw “ dan menjadikanku di bagian terbaik.… dan menjadikanku hidup dalam rumah dan jiwa terbaik pula ” dapat diartikan sebagai seorang Nabi yang memiliki orangtua kafir dan musyrik ?
Syaikh al-Ghazali berkata : “ Hadits Nabi Saw tidak akan bertentangan dengan Kitabullah selamanya. Kontradiksi yang kadang terlihat adalah akibat buruknya pemahaman, bukan karena realitasnya memang bertentangan. Sesungguhnya, sunnah bagaikan lautan yang ombaknya tidak pernah diam. Tidak ada yang bisa memahaminya secara benar, kecuali seorang faqih yang mengerti tentang kesamaran setiap ucapan dan maksud yang benar darinya. Sesungguhnya Nabi Saw terus saja berbicara kepada orang-orang selama 23 tahun, yang tentunya situasi dan kondisinya berbeda-beda, orang-orang yang dihadapinya berganti-ganti dan tidak sama antara satu dengan lainnya, serta masalah yang dibahasnya pun semakin meluas. Meletakkan setiap hadits tepat pada maksudnya atau mengetahui setiap wilayah yang dikehendaki hadits merupakan pekerjaan fuqaha, yaitu pekerjaan yang tidak ada batas akhirnya, kalau tidak, kita akan salah dalam menempatkan hadits-hadits sesuai dengan tempat yang dimaksudkan.
Hal yang menyedihkan bahwa sebagian orang yang tidak memiliki pemahaman tentang hadits secara mendalam berani memberikan fatwa-fatwa berdasarkan hadits. Mereka ini sebenarnya menjadi penghalang jalannya dakwah Islamiah. Penyebab terjadinya keka -cauan ini adalah bermunculannya banyak orang dengan memberi fatwa berdasarkan sunnah, tanpa memiliki bekal pemahaman secara mendalam tentang hukum-hukum dalam al-Quran, tanpa memiliki pengetahuan tentang ilmu jiwa dan kondisi masyarakat, dan tanpa terlebih dahulu mempelajari secara mendalam tentang sirah nabawiyah yang mulia, serta meneliti berbagai kejadian dan kondisi yang dilaluinya selama seperempat abad.
Orang yang benar-benar memahami sunnah akan mengetahui kesalahan berbagai tradisi seperti ini serta ketidakcocokannya dengan al-Quran dan Sunnah. Di samping itu, para pendatang baru dalam dunia dakwah ini (Wahabi Takfiri) melakukan pembelaan Islam dengan rasa fanatisme dan menuduh kelompok lain telah terjerat dalam modernisasi yang sesat. Yang saya lihat adalah bahwa Sunnah merupakan rukun Islam setelah al-Quran. Tidak ada yang sibuk mempelajarinya secara detail, kecuali fuqaha, dan orang-orang yang memang harus mempelajarinya, seperti para pemimpin, hakim, da’i, dan orang-orang yang spesialisa- sinya membutuhkan penugasan Sunnah secara mendalam. Adapun orang biasa, maka 40 hadits saja sudah cukup. Adapun alasannya, orang yang tidak memahami al-Quran dan Sunnah tidak dibenarkan memberi fatwa-fatwa keagamaan. Kita semua mengambil pilar-pilar iman, rukun Islam, aturan akhlak mulia, dan muamalah dari al-Quran dan Sunnah secara bersamaan. Sunnah amaliah (praktis) yang diriwayatkan secara qath’i merupakan tafsir bagi al-Quran.
Nabi Saw bersabda :
أَخْوَفُ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِى مِنْ مُنَافِقٍ عَلَيْهِمِ اللِّسَانِ
“ Hal yang paling aku takutkan menimpa umatku adalah, orang munafik yang lisannya menunjukkan ia sebagai orang yang berilmu “ (Musnad Ahmad 1/ 289, 1/ 399 (derajat hadits shahih)
Nabi Saw bersabda :
إِنَّ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ ثَلاَثًا إِحْدَاهُنَّ أَنْ يُلْتَمَسَ الْعِلْمُ عِنْدَ اْلأَصَاغِرِ
 “ Sesungguhnya salah satu tanda-tanda kiamat ada tiga, salah satu satunya adalah ilmu yang dipelajari dari orang-orang rendahan (bodoh) “(Hilyah al-Auliya, Abu Nu’aim 4 / 55 (derajat hadits shahih)

No comments:

Post a Comment