Buku ini merupakan buku balasan yang sifatnya meluruskan, mencerahkan dan mencerdaskan wabil khusus, bagi penulis buku “ KESESATAN SUNNI – SYIAH “ Respon atas atas polemik di Harian Republika, yang ditulis oleh Ustad Babul Ulum. (kita singkat saja Ustad. BU). Penulis pada awalnya menceritakan tentang ketidakpuasannya tentang penanga- nan pemerintah terhadap muslim Syiah yang terjadi di sampang. Dikarenakan fatwa MUI Jatim sebagai penyulutnya. Kemudian “ sepertinya “ penulis mulai menaikkan tensinya dikarenakan tulisan KH. Ma’ruf Amin yang mendukung fatwa MUI Sampang dan MUI Jatim yang menyatakan bahwa mazhab Syiah bersifat sesat dan menyesatkan.
Sehingga beliau pun menuliskan : “ Mengapa Syiah disesatkan ? Apa pertimbangan MUI Jatim ? Bukankah Allah Tuhannya Syiah Tuhan MUI Jatim juga ? Bukankah Muhammad nabinya Syiah, nabi mereka juga ? Ka’bah kiblatnya Syiah kiblat mereka juga ? Al-Quran kitab sucinya Syiah, juga kitab sucinya mereka yang menyesatkan Syiah ? Ada apa dengan Syiah ? Mengapa mereka begitu dimusuhi ? (Kesesatan Sunni – Syiah hal. 14)
Dan salah satu yang menjadi penyebab Syiah dimusuhi menurut Tengku Zulkarnaen adalah : “ Salah satunya ditemukannya, fakta bahwa ajaran ini mencaci maki sahabat terutama Abu Bakar dan Umar “ (Kesesatan Sunni – Syiah hal. 15)
Ustad BU berusaha memberikan jawaban ilmiah dengan bukti-bukti yang “ kelihatan- nya “ dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini terlihat dalam buku tersebut mulai dari hal 16-23. Tetapi sayangnya hal ini mulai melebar dan mulai mengotori kesucian simbol-simbol yang diagungkan oleh muslim ahussunnah wal jama’ah wabil khusus bagi orang-orang NU.
Pada hal 22-23 ustad BU mengatakan : “ Baik Sunni maupun Syiah sama-sama mengakui validitas hadits Manzilah. Tapi mereka tidak sepakat dalam memahaminya. Dalam pemahaman Syiah, hadits tersebut jelas menunjukkan posisi Ali sebagai successor Nabi. Sebagaimana Harus dipilih sebagai pengganti Musa, maka Ali juga dipilih sebagai pengganti Muhammad. Tapi tidak demikian dalam pemahaman Sunni….”. Kemudian ustad BU mem- berikan penjelasan tentang siapa saja imam ahlussunnah yang meriwayatkannya. Tiba-tiba dalam hal. 23 beliau mengatakan : “ Namun demikian kelompok suni kebingungan dalammenafsirkan 12 khalifah yang dimaksud Nabi. ……….Mereka kebingungan terjangkiti virus cognitive dissonance. Menolak hadits ini, tidak mungkin. Karena diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim,…..”
Di sini mulai terlihat kecongkakannya dan memandang remeh kepada “ kelompok sunni ” yang dalam vonisnya kebingungan dalam memahami hadits 12 khalifah tersebut. Tidak cukup berhenti di situ, Ustad BU belum puas karena “ mungkin “ yang seharusnya menjadi khalifah pertama itu adalah Sayyidina Ali r.a bukan Khalifah Abu Bakar dan Umar r.a, Ustad BU mengatakan pada hal 25-26 demikian : “ al-Suyuthi dalam Tarikh Khulafa menyebut 4 khalifah yang terkenal ditambah dengan al-Hasan, Muawiyah, Ibnu Zubair dan Umar bin Abdul Aziz……….lalu ia menuliskan “ Lalu siapa yang ke-12 ? Sekiranya al-Suyuthi hidup sampai akhir abad ke-12 mungkin ia akan menyebut ia adalah Muhammad bin Abdul Wahhab, hingga jumlahnya genap 12. Atau mungkinkah ia Mirza Ghulam Ahmad ? “
Saya asalnya menaruh apresiasi terhadap karyanya ini, tetapi ketika melihat tulisan tersebut bergetarlah badan saya, kemarahan mulai memanaskan suhu badan saya. Sambil menahan emosi saya pun membacanya kembali, ketika sampai pada hal. 32 ustad BU menga- takan : “ Tampak jelas kerancuan pola pikir para pendukung fatwa MU Jatim. Mereka tidak bisa membedakan antara caci maki dengan kajian ilmiah “. Lalu apakah tulisan yang menghina Imam Jalaluddin as-Suyuthi di atas dapat dikatakan sebagai hasil kajian ilmiah ? Ustad….ustad…. sing bener geura !!!
Pada hal. 41 dikatakan : “ Khalifah Umar r.a dikenal sebagai mujtahid yang banyak berkreasi menciptakan hukum yang berbeda dengan sunnah Nabi. Tidak heran bila Umar disebut-sebut sebagai Khalifah yang kreatif dan inovatif, kecerdasannya di atas-rata-rata mereka yang hidup di zamannya………. Tapi fakta menunjukkan sebaliknya. Bukhari, Muslim, Nasai, Ahmad, Abu Dawud melaporkan bahwa Umar memutuskan tidak shalat bagi orang yang junub yang tidak menemukan air. Menarik untuk dicatat bahwa Umar ternyata tidak mengetahui hukum tayamum………..Di situ disebutkan tata cara bersuci. Kalau tidak ada air untuk bersuci (mandi atau wudhu) saat hendak shalat maka harus tayamum. Coba sekarang bandingkan dengan “ ijtihad “ Umar, “ Tidak ada air tidak usah shalat “. Orang Batak bilang, “ Ijtihad macam mana pula ini ? “ ……..karena itu tidak heran Umar banyak menciptakan bid’ah yang berbeda dengan sunnah Nabi.
Karena Ustad BU yang sudah jelas ke-rafidhahannya terlihat belum puas untuk menghina Khalifah agung ini, maka pada hal. 42 dikatakan : “ Ada kisah lain yang tak kalah menariknya tentang Khalifah kedua ini. Al-Jashshas membawakannya untuk kita. Seorang Arab dusun meminum minuman Umar. Ia mabuk dan Umar menetapkan hukum cambuk baginya. Arab dusun itu protes “ Aku meminum minumanmu “. Umar meminta minumannya itu, lalu mencampurkan air ke dalamnya, kemudian meminumnya dan berkata, “ Siapa yangragu untuk meminumnya, campurkan air ke dalamnya “……Bahkan di saat-saat kritis ketika menghadapi sakaratul maut, Umar tidak bisa meninggalkan kebiasaannya minum khamar, demikian seperti dilaporkan oleh Abu Ishak dari ‘Amru bin Maimun yang melihat Umar meminum khamar beberapa saat setelah ditusuk oleh Abu Lu’luah “.
Silahkan pembaca nilai ucapan ustad BU yang rafidhah ini, apakah ucapannya itu berdasarkan kajian ilmiah ataukah karena amarah. Bandingkan dengan ucapan Pemimpin Besar Revolusi Iran, al-Khomeini : “ Sesungguhnya sebagian saudara yang memperoleh segala sesuatu telah mencerca ulama Islam, sementara yang lain sedang mencerca pemuka Islam yang lain. Mereka yang mencerca dan memfitnah para ulama Islam dan melontarkan berbagai tuduhan dan pengkhianatan kepada mereka adalah disebab- kan keimanan yang semakin luput dari jiwa. Mereka tidak beriman, mereka akan dibalas oleh Allah sehingga lebih jauh lagi keimanannya, maka jauh pula mencapai kesempurnaan “ (Pesan Sang Imam hal. 39)
Saya akan membagi masalah ini menjadi beberapa bagian di bab. selanjutnya. Jadi jelaslah, mengapa buku ini harus diterbitkan, tidak lain untuk memberikan pembelaan dan perlawanan terhadap para rafidhah yang sudah merasa paling intelek dan paling hebat sedunia. Dan juga supaya mereka tahu, bahwa selama ini mereka menganggap bahwa logika Rafidhahnya adalah yang paling hebat. Mereka telah salah besar bila memiliki keyakinan seperti itu.
Harus diketahui, bahwa di dalam kurikulum ahlussunnah ala NU, ada sebuah mata pelajaran yang dinamakan al-Mantiq an-Nahdliyyah. Ilmu ini tergolong ilmu yang cukup sulit untuk dikuasai karena membutuhkan orang-orang yang cukup matang dalam hal logika dan kuat dalam hal spiritualnya.
Ilmu ini memiliki 9 tingkatan, sesuai dengan jumlah wali songo yang berjumlah 9 orang. Dan untuk menjawab hal-hal seperti ini saya hanya akan menjawabnya sampai tingkat ke-2 atau ke-3 saja, dan itu sudah cukup untuk mematahkan logika rafidhahnya ustad BU dan orang-orang yang sejenisnya. Silahkan anda baca halaman selanjutnya.
No comments:
Post a Comment