Ustad BU dengan kecongkakannya dan memandang remeh kepada “ para ulama ahlussunnah ” menganggap kebingungan dalam memahami hadits 12 khalifah yang banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab hadits dan tarikh. Ustad BU mengatakan pada hal 25-26 demikian : “ al-Suyuthi dalam Tarikh Khulafa menyebut 4 khalifah yang terkenal ditambah dengan al-Hasan, Muawiyah, Ibnu Zubair dan Umar bin Abdul Aziz……….lalu ia menulis- kan “ Lalu siapa yang ke-12 ? Sekiranya al-Suyuthi hidup sampai akhir abad ke-12 mungkin ia akan menyebut ia adalah Muhammad bin Abdul Wahhab, hingga jumlahnya genap 12. Atau mungkinkah ia Mirza Ghulam Ahmad ? “
Dengan menghina salah satu simbol yang diagungkan oleh muslim ahlussunnah, dapat dipastikan bahwa ustad BU memang termasuk pengikut syiah yang tidak terpimpin (Rafidhah). Baiklah kita mulai kajian ilmiahnya.
Hadits pertama :
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ أَبِي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: «إِنَّ هَذَا الْأَمْرَ لَا يَنْقَضِي حَتَّى يَمْضِيَ فِيهِمِ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً» ، قَالَ: ثُمَّ تَكَلَّمَ بِكَلَامٍ خَفِيَ عَلَيَّ، قَالَ: فَقُلْتُ لِأَبِي: مَا قَالَ؟ قَالَ: «كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ»
“ dari Jabir bin Samurah, berkata : aku dan ayahku datang kepada Nabi Saw dan mendengarnya bersabda : “ Urusan umat ini tidak berlalu selama mereka dipimpin 12 orang. Kemudian beliau berbicara perlahan kepada ayahku. Aku bertanya kepada ayahku, “ Apa yang Rasulullah Saw katakan ? “ Beliau bersabda : “ Semuanya berasal dari Quraisy ” (Shahih Muslim 3/1452-1453)
Hadits kedua :
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَا يَزَالُ هَذَا الدِّينُ قَائِمًا حَتَّى يَكُونَ عَلَيْكُمُ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً، كُلُّهُمْ تَجْتَمِعُ عَلَيْهِ الْأُمَّةُ» ، فَسَمِعْتُ كَلَامًا مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ أَفْهَمْهُ، قُلْتُ لِأَبِي: مَا يَقُولُ؟ قَالَ: «كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ
“ dari Jabir bin Samurah, berkata : aku mendengar Rasulullah Saw bersabda : “ Tidaklah akan tegak agama ini sehingga datangnya 12 khalifah, semuanya berasal dari Quraisy yang menyatukan semua umat, apa yang disabdakan Nabi Saw aku tidak paham, maka kau bertanya kepada ayahku : apa yang disabdakan beliau ?. Ayahku berkata : “ Semuanya berasal dari Quraisy ” (Sunan Abu Dawud 4/106)
Diriwayatkan pula dalam kitab-kitab lainnya seperti dalam :
Musnad Ahmad : riwayat Jabir bin Samurah
Musnad al-Bazzar riwayat : Jabir bin Samurah dan Abi Juhayfah
Musnad Abu Ya’la : riwayat Jabir bin Samurah
Shahih Ibnu Hibban : riwayat Jabir bin Samurah
Al-Mu’jam al-Ausath : Jabir bin Samurah dan Abi Juhafah
Al-Mu’jam al-Kabir : Jabir bin Samurah
Al-Mustadrak : Jabir bin Samurah
Jawaban pertama : hadits ini hanya diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah dan Abu Juhaifah, tidak ada pembesar sahabat lain yang meriwayatkannya. Misalnya Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Abdullah bin Umar bahkan Imam Ali sendiri pun tidak termasuk dalam deretan perawi tersebut. Apabila pengangkatan 12 khalifah ini menjadi sesuatu yang dianggap penting dalam tubuh Islam, mengapa Nabi Saw hanya membisikan hal tersebut kepada ayahnya Jabir bin Samurah atau ayahnya Abu Juhaifah ? Mengapa tidak mengumumkannya dalam khutbah-khutbah beliau atau meng- adakan pertemuan yang sudah biasa beliau lakukan ? Tokh, tidak akan ada satu pun sahabat yang berhak memprotesnya bukan ? Karena keputusan Nabi Saw adalah keputusan Allah juga.
Jawaban kedua : Apabila pengangkatan 12 khalifah dianggap suatu kewajian menurut akidah Islam, mengapa Imam Ali tidak menerima wasiat penunjukkan 12 khalifah beserta keturunan beliau ? Tidak rasional bila Nabi Saw yang memiliki sifat shiddiq, fathanah, dan amanah tidak men-tabligh-kannya kepada para sahabat lain, padahal ini adalah suatu hal yang sangat penting bagi kepemimpinan Islam di masa yang akan datang. Dan apabila Nabi Saw kita yakini benar tidak men-tabligh-kan hal tersebut, maka gugurlah salah satu sifat kenabiannya, dan itu hal yang mustahil dan tidak bisa kita terima.
Jawaban ketiga : dari sekian puluh riwayat, tidak sekali pun Nabi Saw menyatakan bahwa yang berhak menjadi 12 khalifah semuanya keturunan Imam Ali sebagaimana yang diyakini oleh kaum Syiah. Pertanyaan kami, jadi manakah hadits shahih yang memuat nama ke-12 imam tersebut ?
Jawaban keempat :
حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، أَخْبَرَنِي حَمَّادٌ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُمْهَانَ، عَنْ سَفِينَةَ قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: اَلْخِلَافَةُ ثَلَاثُونَ سَنَةً، ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا, ثُمَّ قَالَ: أَمْسِكْ خِلَافَةَ أَبِي بَكْرٍ سَنَتَيْنِ، وَخِلَافَةَ عُمَرَ عَشْرًا وَعُثْمَانَ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ سَنَةً، وَعَلِيٍّ سِتًّا
“ Mengabarkan kepada kami Ali, mengabarkan kepadaku Hammad, dari Sa’id bin Jumhan, dari Safinah (Maula Nabi Saw) berkata : “ aku mendengar Nabi Saw bersabda : “ Kekhalifahan masanya 30 tahun, kemudian (diteruskan) dengan kerajaan, kemudian beliau bersabda : awal kekhalifahan ada pada Abu Bakar selama 2 tahun, kemudian kekhalifahan Umar selama 10 tahun, kemudian Utsman 12 tahun dan Ali 6 tahun (semuanya pas 30 tahun) ”
Hadits ini jauh lebih kuat dan kokoh dibandingkan hadits 12 khalifah yang dibawa- kan oleh penulis Syiah. Hadits ini terdapat dalam :
Sunan Turmudzi 4/503 : riwayat Sa’id bin Jumhan dengan tidak menyatakan lamanya memerintah ke-4 Khalifah
Musnad Ishaq bin Rahawaih 4/163 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 6/363 : Abdullah bin Umar
As-Sunnah, Abdullah bin Ahmad 2/591 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
Fadhail ash-Shahabah 1/478, 1/388, 2/601 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
Musnad Ahmad 30/357, 36/248, 36/250, 36/252 : riwayat Safinah bin Abdurrahman dan Khudzaifah bin Yamani
al-Ahaadits wal Mutsani, Ibn Abi Ashim 1/116, 1/129 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
as-Sunnah, Ibn Abi Ashim 2/562, 2/563, Lisunnah : riwayat Safinah bin Abdurrahman
Musnad ar-Ruyani 1/439 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
as-Sunnah, Abu Bakr ibn Khalal 2/411, 2/421 : riwayat Safinah bin Abdurrahman dan Abu Abdillah
Syarh Musykil wal Atsar 8/414 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
Shahih Ibnu Hibban 15/35, 15/36 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
asy-Syari’ah, al-Ajari 4/1703, 4/1706, 4/1760 : riwayat Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abi Thalib, Khudzaifah, Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash dan Safinah bin Abdurrahman
al-Mu’jam al-Kabir 1/54, 1/55, 1/90, 13/328 riwayat Abdullah bin ‘Amr dan Safinah bin Abdurrahman
Syarh Ushul ‘Itiqad Ahlussunnah wal Jama’ah 8/1469, 4/1480 : riwayat Ali bin Zaid dari Abdurrahman bin Abu Bakrah
Fadhail Khulafa ar-Rasyidin, al-Abu Nu’aim Ashabani 1/168 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
Jami’ al-Bayan al-‘Ilm wa Fadhlah 2/1174 : riwayat Ali bin Zaid dari Abdurrahman bin Abu Bakrah
Syarh as-Sunnah, al-Baghawi 14/74, 14/75 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
Mu’jam, ibn Asakir 1/112 : riwayat Safinah bin Abdurrahman
Dalam riwayat ini, Nabi Saw sendiri yang memetakan lamanya pemerintahan para al-Khulafa ar-Rasyidin. Kalimatnya jelas, tidak samar dan tidak sambil berbisik. Dan hadits ini pun terjadi sebagaimana kepemimpinan dalam Islam. Suka atau tidak, kepemimpinan Islam yang dilakukan oleh al-Khulafa ar-Rasyidin sudah sesuai dengan sabda Nabi Saw dan kehendak-Nya. Sama seperti ketika Jibril mendatangi Nabi Saw dan memberitahukan peris- tiwa pembunuhan yang akan terjadi kepada cucunda tersayangnya, yaitu al-Husain bin Ali r.a yang akan terjadi di padang Karbala. Berita ini tersebar luas di kalangan sahabat dan tidak ada yang ditutup-tutupinya. Kelebihan hadits tersebut diriwayatkan lebih banyak perawinya, mereka adalah : Abu Bakar, Ali bin Abi Thalib, Khudzaifah, Abdurrahman bin Abu Bakrah, Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash, Abu Abdillah, Ali bin Zaid dan Safinah bin Abdurrahman.
Di dalam salah satu kriteria keshahihan sebuah hadits dalam metode ahlussunnah dikatakan : “ Terkadang sanadnya shahih, diukur dengan lima kriteria yaitu : muttasil, adil, periwayatnya dhabit, sanadnya tidak syadz dan tidak mengandung ‘illat qadihah, tetapi ada hadits lain yang lebih shahih dan lebih kuat sanadnya, dan hadits kedua ini berbeda dengan hadits pertama, serta keduanya dimungkinkan bersama-sama bersumber dari Nabi Saw. Dengan demikian, hadits pertama memiliki sanad shahih, tetapi matannya syadz, dan dinilai sebagai hadits dhaif, meski pun sanadnya shahih. Sedangkan hadits kedua memiliki sanad shahih dan matannya mahfuzh, dan dinilai sebagai matan yang shahih. Bila sanad suatu hadits dinyatakan shahih, dan matannya juga tidak syadz serta tidak mengandung ‘illat, maka hadits itulah yang disebut shahih matan dan shahih sanad-nya. (Metodologi Kritik Matan Hadits hal. 18)
Hadits pertama tentang 12 khalifah dinyatakan sebagai hadits yang memiliki sanad syadz. Maksudnya adalah, sering terjadi sanad itu shahih bila diukur dengan 3 kriteria sebelumnya yaitu : muttasil, adil dan perawinya dhabit, tetapi ada sanad lain yang berbeda, yang nilainya lebih kuat karena adanya lebih banyak perawi tsiqah yang berbeda dengan periwayat-periwayat pada sanad pertama atau karena mereka memiliki daya hafal atau kete- litian lebih dibandingkan periwayat-periwayat pada sanad pertama. Dalam kondisi seperti ini, sanad pertama dinilai dhaif, dan biasa dikenal dengan istilah sanad syadz, sedang sanad syadz yang lain menjadi kuat, dan biasa dikenal dengan istilah sanad mahfuzh. (Metodologi Kritik Matan Hadits hal. 19)
Hadits 12 khalifah hanya bersumber dari 2 perawi saja, sedangkan hadits penetapan keempat al-Kulafa ar-Rasyidin bersumber dari 8 perawi yang sudah jelas memiliki bobot lebih baik dibandingkan perawi yang berada pada hadits 12 khalifah. Oleh karena itu, hadits-12 khalifah kedudukan terakhirnya sebagai hadits dhaif karena memiliki syadz as-sanad. Sedangkan hadits penetapan keempat al-Khulafa ar-Rasyidin kedudukan akhirnya sebagai hadits shahih dengan sanad mahfuzh. Ditambah dengan kedudukan para perawi yang terdapat dalam penetapan keempat al-Khulafa lebih tsiqah dan dhabit dibanding perawi dalam hadits 12 khalifah.
Jawaban kelima :
عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ بْنِ الْجَرَّاحِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ أَوَّلَ دِينِكُمْ بَدَأُ نُبُوَّةٍ وَرَحْمَةٍ، ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ وَرَحْمَةٌ، ثُمَّ يَكُونُ مُلْكًا وَجَبْرِيَّةً، يُسْتَحَلُّ فِيهَا الدَّمُ
“ dari ‘Ubaidah ibn al-Jarrah ia berkata : bersabda Rasulullah Saw : “ Sesungguhnya agama kalian diawali dengan sistem kenabian dan kasih sayang, kemudian disusul dengan sistem kekhalifahan dan kasih sayang, kemudian disusul dengan sistem kerajaan dan kediktatoran “ (Musnad al-Bazzar 4/108, al-Mu’jam al-Ausath 1/157 riwayat Abu Tsa’labah (derajat hadits hasan)
Dalam hadits ini pun Nabi Saw yang menjanjikan, bahwa setelah sistem kenabian dan kasih sayang, akan diteruskan dengan sistem kekhalifahan dan kasih sayang. Jadi bagaimana mungkin kita bisa mengamini orang-orang yang mengatakan bahwa sistem kekhalifahan yang dipimpin oleh keempat sahabat utama ada salah satunya yang melenceng dari ajaran agama ? Kemungkinan terbesarnya adalah berita-berita bohong yang disebarluaskan demi kepentingan kelompok tertentu atau demi menuhankan hawa nafsunya. Laa haula walaa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhiim.
Akan tetapi, bila kita tetap tidak meyakini sejumlah hadits yang begitu kokoh ini, dan terus-menerus menerima dan meyakini berita-berita tentang keburukan atau ketidakadilan Abu Bakar, Umar dan Utsman r.a. Maka dalam hal ini Nabi Saw dan Allah telah salah memilih dan menunjuk mereka sebagai pemimpin Islam. Dan ini sesuatu yang mustahil. Tidak ada pilihan lain, kecuali meyakini dan membenarkan pilihan Allah dan Rasul-Nya tentang keempat Khalifah ar-Rasyidin ini.
Jawaban keenam :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْعَبَّاسِ: إِذَا كَانَ غَدَاةَ الِاثْنَيْنِ فَأْتِنِي أَنْتَ وَوَلَدُكَ حَتَّى أَدْعُوَ لَهُمْ بِدَعْوَةٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا وَوَلَدَكَ» ، فَغَدَا وَغَدَوْنَا مَعَهُ فَأَلْبَسَنَا كِسَاءً ثُمَّ قَالَ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْعَبَّاسِ وَوَلَدِهِ مَغْفِرَةً ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً لَا تُغَادِرُ ذَنْبًا، اَللَّهُمَّ احْفَظْهُ فِي وَلَدِهِ
“ Dari Ibnu Abbas r.a, berkata : bersabda Rasulullah Saw kepada Abbas : “ Besok pada hari Senin datanglah kamu dan anakmu agar kubacakan satu doa untukku. Dengan doa ini Allah Swt akan memberi manfaat bagimu dan anakmu. Kemudian beliau keluar rumah di pagi hari dan kami mengikutinya. Lalu beliau mengenakan pakaian pada kami seraya berdoa : “ Ya Allah, ampunilah Abbas beserta anaknya dengan ampunan lahir dan batin sehingga tidak menyisakan dosa sedikit pun. Ya Allah, jagalah dia dan anak keturunannya “. (Sunan Turmudzi 5/653 , Musnad al-Bazzar 11/381, Fadhail ash-shahabah 2/934, as-Sunnah, Ibu Abi Bakr bin Khalal 1/89, (derajat hadits hasan)
Dalam hadits ini Nabi Saw mendoakan Ibnu Abbas agar Allah menjaganya dan anak keturunannya. Banyak para ulama yang menafsirkan, agar keturunan Ibnu Abbas dapat menjadi khalifah atau raja setelah Nabi Saw wafat. Penafsiran para ulama tersebut dibenar- kan oleh hadits Nabi Saw berikut ini.
Jawaban ketujuh :
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ، أنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ: فِيْكُمُ النُّبُوَّةُ وَالْمَمْلُكَةُ
“ dari Abu Hurairah, ia berkata : “ Bersabda Rasulullah Saw kepada Abbas : “ Bagimu risalah kenabian dan kerajaan ” (Musnad al-Bazzar 16/60 , Mukhalashiyah 3/109 (derajat hadits dhaif)
Dalam sabdanya “ Bagimu risalah kenabian “ merupakan ilmu yang mendalam dan luas bagi Ibnu Abbas, sedangkan dalam sabdanya “ dan kerajaan “ maksudnya adalah bagi anak keturunannya sebagaimana hadits sebelumnya di mana Nabi Saw mendoakan keselama- tan bagi Ibnu Abbas dan keturunannya agar mendapat manfaat. Dan dalam sejarah kepemim- pinan Islam terbukti bahwa anak keturunannya Ibnu Abbas dapat memerintah selama 620 tahun. Walau pun derajat hadits ini dhaif tetapi pada kenyataannya benar-benar shahih terjadi. Oleh karena itu jangan pernah meremehkan hadits dhaif.
Jawaban kedelapan :
عَنْ ثَوْبَانَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أُرِيتُ بَنِي مَرْوَانَ يَتَعَاوَرُونَ مِنْبَرِي فَسَاءَنِي ذَلِكَ، وَرَأَيْتُ بَنِي الْعَبَّاسِ يَتَعَاوَرُونَ مِنْبَرِي، فَسَرَّنِي ذَلِكَ
“ Dari Tsauban r.a berkata : sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “ Aku bermimpi melihat Bani Marwan (Bani Muawiyah) bergantian naik ke atas mimbarku dan aku merasa sedih karenanya. Lalu aku bermimpi melihat Bani Abbas bergantian naik ke atas mimbarku dan aku merasa senang karenanya ” (Al-Mu’jam al-Kabir 2/96 (derajat hadits hasan)
Dalam sabdanya “ Lalu aku bermimpi melihat Bani Abbas bergantian naik ke atas mimbarku dan aku merasa senang karenanya ”, dengan mimpi Nabi Saw ini semakin meyakinkan kita, bahwa keabsahan hadits 12 khalifah semakin samar. Karena mustahil mimpi Nabi Saw tidak terbukti. Dalam hadits ini Nabi Saw tidak mengatakan, “Lalu aku bermimpi melihat 12 imam bergantian naik ke atas mimbarku dan aku merasa senang karenanya ”. Kemudian dalam sabdanya “ Aku bermimpi melihat Bani Marwan bergantian naik ke atas mimbarku dan aku merasa sedih karenanya ”, jelaslah bahwa Nabi Saw tidak pernah merasa bahagia dengan kekhalifahan Bani Umayah. Salah berat apabila ada sebagian kaum Syiah yang mengatakan bahwa muslim Sunni mengakui keabsahan dan merasa bahagia dengan kepemimpinan khalifah Bani Umayah. Dan bila ada muslim Sunni yang mengakui keabsahan kepemimpinan khalifah Bani Umayah kecuali Umar bin Abdul Aziz, sangat dimungkinkan mereka belum mengetahui hadits ini atau mereka termasuk pengikut Ibnu Taimiyah, Salafi Wahabi atau memang mereka benar-benar tidak mengetahui hadits-hadits di atas tersebut.
Dikatakan pula dalam tafsir Ruhul Bayan, Imam Ismail Haqqi al-Buruswi mengatakan : “ Dalam Insaanul Uyun dikatakan : “ Marwan adalah penyebab kematian Utsman bin Affan r.a. Dan Abdul Malik, yaitu anak Marwan merupakan sebab bagi kematian Abdullah bin Zubair r.a. Pada al-Walid bin Yazid bin Abdul Malik telah terjadi aneka kejadian yang mengerikan “ (Ruhul Bayan 4/406)
Penulis berkata : “ Rasulullah Saw melihat keturunan Umayyah dalam sosok kera. Beliau melaknat mereka dengan mengatakan :
وَيْلٌ لِّبَنىِ أُمَيَّةَ
“ Kecelakaanlah bagi bani Umayah ”
Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Tidaklah lahir dari mereka kebaikan kecuali sangat sedikit.
Dampak lain dari ke-dhaif-an hadits 12 khalifah ini, maka secara otomatis gugur pula hadits tentang penunjukkan Imam Ali sebagai washi, wazir dan khalifah ke-1 setelah Nabi Saw itu, itu pun kalau hadits tersebut benar-benar shahih. Karena tidak mungkin terjadi dua buah hadits yang kedua-keduanya dianggap shahih dalam masalah kepemimpinan ini dalam sebuah masa. Sedangkan sejarah telah mencatat kebenaran berada pada hadits penunjukkan keempat al-Khulafa ar-Rasyidin. Dan untuk membuktikan kebenaran logika ala NU ini mari kita lihat kedudukan akhir hadits-hadits yang menunjuk Imam Ali sebagai washi, wazir dan khalifah ke-1 setelah Nabi Saw.
Hadits pertama :
حَدَّثَنَا هَيْثَمُ بْنُ خَلَفٍ قثنا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي عُمَرَ الدُّورِيُّ قثنا شَاذَانُ قثنا جَعْفَرُ بْنُ زِيَادٍ، عَنْ مَطَرٍ، عَنْ أَنَسٍ، يَعْنِي: ابْنَ مَالِكٍ، قَالَ: قُلْنَا لِسَلْمَانَ: سَلِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ وَصِيُّهُ، فَقَالَ لَهُ سَلْمَانُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ وَصِيُّكَ؟ قَالَ: «يَا سَلْمَانُ، مَنْ كَانَ وَصِيَّ مُوسَى؟» قَالَ: يُوشَعُ بْنُ نُونٍ، قَالَ: " فَإِنَّ وَصِيِّي وَوَارِثِي يَقْضِي دَيْنِي، وَيُنْجِزُ مَوْعُودِي: عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ
“ Mengabarkan kepada kami Haisyam bin Khalaf mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abi ‘Umar ad-Duriyyu mengabarkan kepada kami Ja’far bin Ziyad, dari Mathar dari Anas, yakni Ibnu Malik, berkata : aku bertanya kepada Salman : (tolong) tanyakan kepada Nabi Saw siapakah washi beliau, maka ditanyakan hal itu oleh Salman : Ya Rasulullah, siapakah washi anda ? Nabi Saw menjawab : Ya Salman siapakah yang menjadi washi Musa ? Salman menjawab : Yusa bin Nun, Nabi Saw bersabda : “ Sesungguhnya washiku dan pewarisku (yang) melunasi hutangku dan (yang) menepati janjiku adalah Ali bin Abi Thalib ” (Fadhail ash-Shahabah 2/615 (derajat hadits dhaif/maudhu)
Jawaban kesembilan : di dalam rangkaian hadits tersebut terdapat nama Mathar, yakni Mathar bin Maimun al-Iskaf. Al-Bukhari, an-Nasai, Abu Hatim dan as-Saji berkata : “ Dia adalah perawi yang haditsnya mungkar “ (Mizan al-I’tidal 4/127). al-Hafizh Ibnu Hibban berkata : “ Ia adalah salah seorang yang meriwayatkan hadits-hadits maudhu (palsu) dari para perawi yang kuat. Ia meriwayatkan hadits yang berasal Anas r.a yang bukan termasuk haditsnya mengenai keutamaan Ali dan lainnya. Tidak boleh meriwayatkan hadits darinya “ (Al-Majruhin 3/5)
Maksud dari hadits maudhu adalah : hadits palsu yang dibuat dengan memasukkan namanya dalam rangkaian perawi dhabit atau tsiqah, agar hadits yang dibawakannya itu dianggap dhabit dan maqbul. Jadi jelaslah, bahwa membawakan hadits ini sebagai hujjah penguatan hadits Ali r.a sebagai washi dan wazir merupakan tindakan yang tidak layak digunakan di kalangan para ulama hadits.
Hadits kedua :
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ الْحَضْرَمِيُّ، ثنا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَسَنِ الثَّعْلَبِيُّ، ثنا يَحْيَى بْنُ يَعْلَى، عَنْ نَاصِحِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، عَنْ سِمَاكِ بْنِ حَرْبٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ سَلْمَانَ قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، لِكُلِّ نَبِيٍّ وَصِيٌّ، فَمَنْ وَصِيُّكَ؟ فَسَكَتَ عَنِّي، فَلَمَّا كَانَ بَعْدُ رَآنِي، فَقَالَ: «يَا سَلْمَانُ» فَأَسْرَعْتُ إِلَيْهِ، قُلْتُ: لَبَّيْكَ، قَالَ: «تَعْلَمُ مَنْ وَصِيُّ مُوسَى؟» قُلْتُ: نَعَمْ يُوشَعُ بْنُ نُونٍ، قَالَ: «لِمَ؟» قُلْتُ: لِأَنَّهُ كَانَ أَعْلَمُهُمْ، قَالَ: «فَإِنَّ وَصِيِّ وَمَوْضِعُ سِرِّي، وَخَيْرُ مَنْ أَتْرُكُ بَعْدِي، وَيُنْجِزُ عِدَتِي، وَيَقْضِي دَيْنِي عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ»
“ Mengabarkan kepada kami Muhammad bin Abdillah al-Hadhrami mengabarkan kepada kami Ibrahim bin al-Hasan ats-Tsa’labi, mengabarkan kepada kami Yahya bin Ya’la, dari Nashih bin Abdillah, dari Simak bin Harbi, dari Abu Sa’id al-Khudri, dari Salman berkata : Ya Rasulullah, setiap Nabi memiliki washi, siapakah washi anda ? Beliau pun terdiam sambil manatapku, bersabda Nabi Saw : Ya Salman, hal ini dirahasiakan atasnya, katakanlah aku memenuhi undanganmu, lalu Nabi Saw bertanya : tahukah engkau siapakah washi Musa : maka Salman menjawab : Ya aku tahu ia Yusa bin Nun, Nabi Saw bersabda : Sesungguhnya ia adalah orang yang alim, Nabi Saw bersabda kembali : Sesungguhnya washiku dan tempatku menyimpan rahasia, dan sebaik-baiknya orang yang aku tinggalkan setelahku, dan menjalankan janjiku, dan (yang) melunasi hutangku (ia) adalah Ali bin Abi Thalib ” (Al-Mu’jam al-Kabir 6/221 (derajat hadits dhaif/maudhu)
Jawaban kesepuluh : di dalam matan (redaksi) hadits tersebut terdapat matan al- gharib (redaksi yang aneh) yaitu ketika Nabi Saw menyatakan “ Ya Salman, hal ini dirahasiakan atasnya ” sampai kalimat ini sudah baik, tetapi setelah itu Nabi Saw membeberkan rahasia yang seharusnya tidak dikatakannya. Menjadi sebuah hal yang kontradiktif menyatukan antara kejujuran dan kebohongan, padahal Nabi Saw pernah bersabda :
لَا يَجْتَمِعُ الْإِيمَانُ وَالْكُفْرُ فِي قَلْبِ امْرِئٍ، وَلَا يَجْتَمِعُ الْكَذِبُ وَالصِّدْقُ جَمِيعًا، وَلَا تَجْتَمِعُ الْخِيَانَةُ وَالْأَمَانَةُ جَمِيعًا
“ Tidak akan bersatu keimanan dan kekafiran di dalam hati, dan tidak akan bersatu kedustaan dengan kejujuran semuanya, dan tidak pula bersatu khianat dengan amanat semuanya “ (Al-Jami’ Ibnu Wahhab 1/568, 1/633)
Jawaban kesebelas : di dalam rangkaian hadits tersebut terdapat nama Nashih bin Abdullah. Al-Bukhari berkata : “ Haditsnya munkar “. (Mizan al-I’tidal 4/240). Al-Fallas berkata : “ Matruk ” (ditinggalkan). Ibnu Ma’in, “ Tidak ada apa-apanya “. Adz-Dzahabi berkata : “ Ini adalah hadits munkar “. (Ibid, lihat Siapa Bilang Sunni Syiah Tidak bisa Bersatu hal. 306). Karena hadits ini batil, maka tidak seorang muslim pun diperkenankan untuk berhujjah dengannya.
Jawaban keduabelas :
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُبَيْدَةَ بْنِ عَقِيلٍ الْمُقْرِئُ، ثنا أَبِي، ثنا عَبْدُ الرَّحِيمِ بْنُ حَمَّادٍ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ، عَنْ عَبْدِ اللهِ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ خَاصَّةً مِنْ أَصْحَابِهِ، وَإِنَّ خَاصَّتِي مِنْ أَصْحَابِي أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا»
“ Mengabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad bin Abdillah bin ‘Ubaidah bin ‘Aqil al-Muqarri, mengabarkan kepada kami Abdurrahman bin Hammad, dari al-Amasy, dari Ibrahim, dari ‘Alqamah, dari Abdullah, sesungguhnya Nabi Saw bersabda : “ Sesungguhnya setiap Nabi memiliki orang khusus dari sahabatnya, dan sesungguhnya orang khususku dari sahabatku adalah Abu Bakar dan Umar r.a ” (Al-Mu’jam al-Kabir 10/88 (derajat hadits hasan)
Hadits ini walau pun derajatnya hasan, tetapi hadits ini maqbul dan tidak memiliki matan syadz di dalamnya. Dapat dikatakan bahwa hadits ini lebih kokoh daripada dua hadits di atas tentang penunjukkan Imam Ali sebagai washinya Nabi Saw.
Jawaban ketigabelas :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لِكُلِّ نَبِيٍّ خَلِيلٌ فِي أُمَّتِهِ وَإِنَّ خَلِيلِي عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ
“ dari Abu Hurairah, berkata : “ bersabda Rasulullah Saw : “ Sesungguhnya setiap Nabi memiliki orang kekasih dari umatnya, dan sesungguhnya kekasihku adalah Utsman bin Affan r.a ” (Hilyah al-Auliya 5/202 (derajat hadits hasan)
Dari penjelasan hadits di atas, Nabi Saw dengan tegas menyatakan bahwa “ kekasih- nya “ dari umatnya adalah Utsman bin Affan, bukan Abu Bakar, Umar dan Ali r.a. Begitu pula dalam hadits sebelumnya, bahwa yang menjadi orang khusus di kalangan sahabatnya adalah Abu Bakar dan Umar r.a, bukan Utsman bin Affan dan Ali r.a. Begitu pula dalam hadits lain yang menyatakan bahwa Ali r.a. adalah adalah saudara dunia dan akhirat beliau, tidak mengatakan saudara dunia dan akhirat beliau itu kepada Abu Bakar, Umar dan Utsman r.a. Semua hadits-hadits ini hanyalah berbagai keutamaan sahabat terdekat Nabi Saw. Dan dapat dipahami, walau pun Nabi Saw dengan kebenaran-Nya menyatakan berbagai perbeda- an tentang keutamaan al-Khulafa ar-Rasyid ini, hal itu tidak menjadikan Nabi Saw men- diskreditkan mereka berempat. Justru yang sangat aneh dan nyeleneh adalah, sebagian dari umat Nabi Saw telah berani mendiskreditkan ketiga sahabat utama selain Imam Ali r.a. Padahal yang paling berhak mendiskreditkan salah satu dari al-Khulafa ar-Rasyidin hanyalah Allah dan rasul-Nya bukan kita semua. Bukankah begitu ustad ?
Dengan diriwayatkannya hadits tentang 12 khalifah oleh para imam ahlussunnah, justru membenarkan bahwa ke 12 khalifah itu benar-benar nyata menurut keyakinan ahlussunnah bukan menurut Syiah. Apabila para imam ahlussunnah meyakini ke 12 khalifah itu sebagaimana keyakinan Syiah, sudah barangtentu mereka akan menjadi orang-orang Syiah bukan menjadi imamnya ahlussunnah. Mengutip sebuah hadits dengan melemparkan keyakinan asli para muhaditsin-nya merupakan hal yang tercela dan tidak pantas dilakukan seorang pencari kebenaran, apalagi jika mereka masih tergolong orang-orang yang ceroboh dan mengedepankan hawa nafsunya.
Saya anggap cukup penjelasan dalam bab. ini dan semoga seluruh pembaca kembali tercerahkan serta berusaha untuk menata dan membangun kembali tembok keimanan yang sudah retak dengan mengembalikan kesadaran dan kesehatan akal kita secara objektif, adil, dan terawat. Karena Muslim sejati adalah mereka yang senantiasa mencari kebenaran sampai relung terdalam dari yang mampu diusahakannya. Dan muslim sejati adalah mereka yang meneguhkan keyakinan dan ibadahnya dengan mengkaji dalil syar’i dari al-Quran dan hadits yang shahih melalui akal-akal terbaik dan terpilih pula.
Suatu penyimpangan dapat membuat akar-akar kesehatan dan kesadaran akal kita hilang. Sehingga kita mengikuti sesuatu yang terlihat benar, padahal setelah dilakukan peng- kajian lebih mendalam lagi, ternyata sesuatu itu bukanlah kebenaran sejati. Sehingga berten- tangan dengan kemurnian kebenaran itu sendiri. Kebenaran sejati merupakan sumber alami bagi Islam, karena ia bersandar kepada ketundukan hati dan kekuatan logika yang terbebas dari fanatisme yang tercela.
Sebenarnya mengikut AlQuran, Rasul tidak mengetahui perkara yang ghaib.
ReplyDeleteini NU lurus dan cerdas
ReplyDelete