Untuk mengetahui sejelasnya betapa besarnya bahaya yang mengancam umat Islam dewasa ini, kita harus menyingkap jaringan persengkongkolan musuh Islam yang sebenar- nya. Jaringan ini telah membuka jalan bagi Zionisme untuk menguasai jantung Dunia Islam Mekkah dan Madinah serta tempat suci lainnya, yaitu Baitul Muqaddas (Pelestina).
Persengkongkolan musuh itu terbentuk melalui tahapan sebagai berikut :
Pertama, setelah masa-masa penuh gejolak, pertentangan, konflik berdarah, dan dendam kesumat yang berpengaruh besar di jantung benua Eropa, bangsa Eropa bertekad melepaskan diri dari dominasi Yahudi. Mereka menjadikan bangsa Yahudi sebagai umpan kaum muslimin dengan memberikan kesempatan kepada bangsa Yahudi yang berkuasa di Pelestina melalui tindak kekerasan dan kekejaman. Mereka merealisasikan dukungan ini melalui dukungan bantuan politik dan senjata.
Bangsa Yahudi yang terkenal akan tipu muslihat dan kecerdasannya mampu melihat kejayaan mereka untuk menguasai dunia dengan slogan “Kuasai Jazirah Arab”. Mengapa harus menguasai Jazirah Arab ? Karena di sanalah pusat perekonomian dunia berada, yaitu minyak bumi dan gas alam. Siapa pun yang mampu menguasai kedua sumber alam yang teramat vital ini maka mereka akan menguasai dunia.
Di masa yang jauh sebelumnya, di Najd tahun 851 H sekumpulan pria dari Bani al-Masalikh, yaitu trah dari kaum Anza, yang membentuk sebuah kelompok dagang (korporasi) yang begerak di bidang bisnis gandum dan jagung dan bahan makanan lain dari Irak, dan membawanya kembali ke Najd. Pimpinan korporasi ini bernama Sahmi bin Hathool. Kelompok dagang ini melakukan aktifitas bisnis mereka sampai ke Basrah, di sana mereka --- berjumpa dengan seorang pedagang gandum Yahudi bernama Mordakhai bin Ibrahim bin Moshe.
Ketika sedang terjadi proses tawar menawar, si yahudi itu bertanya kepada kafilah dagang itu. “Darimanakah anda berasal ?”
Mereka menjawab, “Dari Kaum Anza, kami adalah keluarga Bani al-Masalikh.” Setelah mendengar nama itu, orang Yahudi itu menjadi gembira, dan mengaku bahwa diri- nya juga berasal dari kaum keluarga yang sama, tetapi terpaksa tinggal di Basrah, Irak. Karena persengketaan keluarga antara bapaknya dan ahli keluarga kaum Anza.
Setelah itu, Mordakhai kemudian menyuruh budaknya untuk menaikkan keranjang-keranjang berisi gandum, kurma dan makanan lain ke atas pundak unta-unta milik kabilah itu. Hal ini adalah sebuah ungkapan penghormatan bagi para saudagar Bani al-Masalikh itu, dan menunjukkan kegembiraannya karena berjumpa saudara tuanya di Irak. Bagi pedagang Yahudi itu, para kafilah dagang merupakan sumber pendapatan, dan relasi bisnis. Mordakhai adalah saudagar kaya raya yang sejatinya adalah keturunan Yahudi yang bersembunyi di balik roman wajah Arab dari kabilah al-Masalikh.
Ketika rombongan itu hendak bertolak ke Najd, saudagar Yahudi itu minta diizinkan untuk bersama mereka, karena sudah lama dia ingin pergi ke tanah asal mereka, Najd. Setelah mendengar permintaan lelaki Yahudi itu, kafilah dagang suku Anza itu pun amat berbesar hati dan menyambutnya dengan gembira.
Pedagang Yahudi yang sedang taqiyyah alias menyamar itu tiba di Najd dengan pedati-pedatinya. Di Najd, dia mulai melancarkan aksi propaganda tentang sejatinya siapa dirinya melalui sahabat-sahabat, kolega dagang dan teman barunya dari keturunan Bani al-Masalikh tadi. Setelah itu, disekitar Mordakhai berkumpullah para pendukung dan penduduk Najd. Tetapi tanpa disangka, dia berhadapan dengan seorang ulama yang menentang doktrin dan pahamnya. Dialah Syaikh Shaleh Abdullah al-Tamimi seorang ulama kharismatik dari distrik al-Qasem. Daerah-daerah yang menjadi lokasi disseminasi dakwahnya sepanjang distrik Najd, Yaman dan Hijaz.
Oleh karena satu alasan tertentu, si yahudi Mordakhai itu yang menurunkan Keluarga Saud itu berpindah dari al-Qasem ke al-Ihsa. Di sana dia merubah namanya dari Mordakhai menjadi Markhan bin Ibrahim Musa. Kemudian dia pindah dan menetap di sebuah tempat bernama Dir’iya yang berdekatan dengan al-Qateef. Di sana, dia memaklumatkan propa- ganda dustanya, bahwa perisai Nabi Saw telah direbut sebagai barang rampasan oleh seorang pedagang (musyrikin) pada waktu Perang Uhud antara Arab musyrikin dan kaum Muslimin. Katanya, “Perisai itu telah dijual oleh Arab musyrikin kepada kabilah kaum Yahudi bernama Banu Qunaiqa’ yang menyimpannya sebagai harta karun.”
Selanjutnya dia mengukuhkan lagi posisinya di kalangan Arab Badwi melalui cerita-cerita dusta yang menyatakan bagaimana Kaum Yahudi di Tanah Arab sangat berpengaruh dan berhak mendapatkan penghormatan tinggi. Akhirnya, dia diberi suatu rumah untuk menetap di Dir’iya, yang berdekatan dengan al-Qateef. Dia berkeinginan mengembangkan daerah ini sebagai pusat Teluk Persia. Dia kemudian mendapatkan ide untuk menjadikannya sebagai tapak atau batu loncatan guna mendirikan kerajaan Yahudi di tanah Arab. Untuk memuluskan cita-citanya itu, dia mendekati kaum Arab Badwi untuk menguatkan posisinya, kemudian secara perlahan, dia mensohorkan dirinya sebagai raja kepada mereka.
Kabilah Ajaman dan Kabilah Khaled, yang merupakan penduduk asli Dir’iya menjadi risau akan sepak terjang dan rencana busuk keturunan Yahudi itu. Mereka berencana menantang untuk berdebat dan bahkan ingin mengakhiri hidupnya. Mereka menangkap saudagar Yahudi itu dan menawannya, namun ia berhasil meloloskan diri.
Saudagar keturunan Yahudi bernama Mordakhai itu mencari suaka di sebuah ladang bernama al-Malbed Gushaiba yang berdekatan dengan al-Arid, sekarang bernama Riyadh. Di sana dia meminta suaka kepada pemilik kebun tersebut untuk menyembunyikan dan melindunginya. Tuan kebun itu sangat simpati lalu memberikannya tempat untuk berlin- dung. Tetapi tidak sampai sebulan tinggal di rumah pemilik kebun, kemudian Yahudi itu secara biadab membantai tuan pelindungnya bersama seluruh keluarganya.
Sungguh bengis kelakuannya, air susu di balas dengan air tuba. Mordakhai memang pandai beralibi sebagaimana keturunannya para Wahabi Saudi yang mewarisinya secara genetik, dia katakan bahwa mereka semua telah dibunuh oleh pencuri yang menggarong rumahnya. Dia juga berpura-pura bahwa dia telah membeli kebun tersebut dari tuan rumah sebelum terjadinya pembantaian tersebut. Setelah merampas tanah tersebut, dia menamakan- nya al-Dir’iya sebuah nama yang sama dengan tempat darimana ia terusir dan sudah diting- galkannya.
Keturunan yahudi Mordakhai itu dengan cepat mendirikan sebuah markas dan ajang rendezvous bernama “Madaffa“ di atas tanah yang dirampasnya itu. Di markas ini dia mengumpulkan para pendekar dan jawara propaganda (kaum munafik) yang selanjutnya mereka menjadi ujung tombak propaganda dustanya. Mereka mengatakan bahwa Mordakhai adalah “Syaikh“-nya orang-orang keturunan Arab yang disegani. Dia menabuh genderang perang terhadap Syaikh Shaleh Salman Abdullah al-Tamimi, musuh tradisinya. Akhirnya, Syaikh Shaleh Salman terbunuh di tangan anak buah Mordakhai di Masjid al-Zalafi.
Mordakhai berhasil dan puas hati dengan aksi-aksinya. Dia berhasil menjadikan Dir’iya sebagai pusat kekuasaannya. Di tempat ini, dia mengamalkan poligami, mengawini puluhan gadis setempat, melahirkan banyak anak-anak dari hasil zina yang kemudian dia beri nama dengan nama-nama Arab.
Walhasil, kaum kerabatnya semakin bertambah dan berhasil menghegemoni daerah Dir’iya di bawah bendera Dinasti Saud. Mereka acap kali melakukan tindak kriminal, meng- galang beragam konspirasi untuk menguasai semenanjung Arab. Mereka melakukan aksi perampasan dan penggarongan tanah dan ladang penduduk setempat, membunuh setiap orang yang mencoba menentang rencana jahat mereka. Dengan beragam cara dan muslihat mereka melancarkan aksinya. Memberikan suap, memberikan iming-iming wanita dan gratifikasi uang kepada para pejabat berpengaruh di kawasan itu. Bahkan mereka “ menutup mulut “ dan membelenggu tangan para sejarawan yang mencoba menyingkap sejarah hitam dan merunut asal garis trah keturunan mereka kepada kabilah Babi’a, Anza dan al-Masalikh.
Seorang sejarawan hipokrit “ si raja bohong “ bernama Muhammad Amin al-Tamimi, kepala perpustakaan Kerajaan Saudi, menulis garis silsilah keluarga Saudi dan menghubungkan silsilah Mordakhai pada Nabi Muhammad Saw. Untuk kerja kotornya itu, dia dihadiahi uang sebesar 35.000 pound Mesir dari Kedutaaan Arab Saudi di Kairo Mesir pada tahun 1362 H atau 1943 M yang diserahkan secara simbolis kepada Dubes Arab Saudi untuk Mesir, yang waktu itu dijabat oleh Ibrahim al-Fadel.
Seperti yang telah disebutkan sebelum ini, keluarga yahudi berasal dari Klan Saud (Mordakhai) mengamalkan ajaran poligami dengan mengawini ratusan wanita Arab dan melahirkan banyak anak. Hinga sekarang amalan poligami itu diteruskan praktiknya oleh anak keturunan. Poligami adalah warisan yang harus dijaga dan diamalkan sebagaimana praktik kakek moyangnya ! Salah seorang anak Mordakhai bernama al-Maqaran di Arabkan dari keturunan yahudi (Macj-Ren) dan mendapat anak bernama Mohammad dan seorang lagi bernama Sa’ud, yang merupakan cikal bakal Dinasti Saud sekarang ini.
Keturunan Saud melancarkan kampanye dan propaganda pembunuhan terhadap ketua-ketua kabilah Arab yang berada di bawah kekuasaannya dan mencap mereka sesat, dengan alasan telah meninggalkan ajaran al-Quran, dan menyeleweng dari ajaran Islam. JADI MEREKA BERHAK UNTUK DIBUNUH OLEH KELUARGA SAUDI !
Dalam sebuah buku tentang sejarah Keluarga Saudi hal.98-101, ahli sejarah keluarga mereka telah mempopulerkan bahwa Dinasti Saud mendakwa semua penduduk Najd adalah kafir. Maka darah mereka adalah halal, mereka berhak dibantai, harta mereka dirampas, wanita mereka dijadikan budak seks. Seorang Muslim tidak benar-benar muslimnya jika tidak mengamalkan ajaran yang berasal dari MUHAMAD BIN ABDUL WAHHAB.
Ajaran dan doktrinnya memberikan kuasa kepada Keluarga Saudi untuk membumi- hanguskan kampung-kampung mereka. Mereka membunuh para suami dan anak-anak, merampas para istri, menikam perut wanita hamil, memotong tangan anak mereka dan kemudian membakar mereka !! Ditambah “justifikasi“ doktrin paham wahabi bagi mereka untuk seenak pusernya sendiri membajak dan merampas harta penentang mereka.
Keluarga Yahudi ini telah melakukan banyak kezaliman di bawah panji ajaran Wahabi yang diciptakan oleh Mordakhai untuk menyemai benih kekejaman di hati manusia. Dinasti Yahudi telah melakukan aksi kebiadaban sejak tahun 1163 H. Sampai-sampai mereka telah menamakan semenanjung tanah Arab dengan nama keluarga mereka (Arab Saudi) sebagai sebuah negara kepunyaan mereka, dan semua penduduk Arab adalah hamba dan budak mereka, wajib bekerja keras untuk kemewahan dan kesenangan mereka (Keluarga Saudi).
Mereka telah menjadikan semua kekayaan negara tersebut sebagai harta pribadi. Jika ada yang berani mengkritik undang-undang dan peraturan buatan “rezim tangan besi“ Dinasti Yahudi tersebut, pihak penguasa tak segan-segan memenggal kepala pengkritik di depan khalayak. Disebutkan bahwa salah seorang puteri mereka melewati masa liburannya dengan plesiran ke Florida Amerika Serikat bersama para pembantu dan penasihatnya. Dia menyewa 90 kamar mewah (suite) di Grand Hotel dengan tarif satu juta dolar per, malam !!! Rakyat yang mencoba bersuara memprotes lawatan sang puteri yang jelas-jelas mengham- burkan uang negara akan di tembak mati dan dipenggal kepalanya.
Sejumlah kesaksian yang meyakinkan bahwa Keluarga Saud merupakan keturunan Yahudi, dapat dibuktikan melalui fakta-fakta berikut ini. Pada tahun 1960-an, pemancar radio “ Sawtul Arab “ di Kairo, Mesir, dan pemancar radio di Sana’a, Yaman membuktikan bahwa nenek moyang Keluarga Saudi adalah trah Yahudi.
Raja Faisal al-Saud tidak bisa menyanggah bahwa keluarganya adalah keluarga Yahudi ketika memberitahukan kepada The Washington Post pada tanggal 17 September 1969, dengan menyatakan bahwa : “Kami Keluarga Saudi adalah keluarga Yahudi. Kami sepenuhnya tidak setuju dengan setiap penguasa Arab atau Islam yang memperlihatkan permusuhannya kepada Yahudi, sebaliknya kita harus tinggal bersama mereka dengan damai. Negeri kami, Saudi Arabia merupakan sumber awal Yahudi dan nenek moyangnya, dari sana menyebar ke seluruh dunia “.
Pernyataan ini keluar dari lisan Raja Faisal al-Saud bin Abdul Aziz. Hafez Wahbi, Penasihat Hukum Kelurga Kerajaan Saudi menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul “ Semenanjung Arabia “ bahwa Raja Abdul Aziz yang mati tahun 1953 mengatakan :
“ Pesan kami (pesan Saudi) dalam menghadapi oposisi dari suku-suku Arab, kakekku Saud Awal, menceritakan saat menawan sejumah Syaikh dari suku Mathir, dan ketika kelompok lain dari suku yang sama datang untuk menengahi dan meminta membebaskan semua tawanannya. Saud Awal memerintahkan kepada orang-orangnya untuk memenggal kepala semua tawanannya, kemudian mempermalukan dan menurunkan nyali para penengah dengan cara mengundang mereka ke jamuan makan. Makanan yang dihidangkan adalah daging manusia yang sudah dimasak, potongan kepala tawanan diletakkan di atas piring “.
Para penengah menjadi terkejut dan menolak untuk makan daging saudara mereka sendiri. Karena mereka menolak untuk memakannya, Saud Awal memerintahkan memeng- gal kepala mereka juga. Itulah kejahatan yang sangat mengerikan yang telah dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya sebagai raja kepada rakyat yang tidak berdosa, kesalahan mereka karena menentang terhadap kebengisan dan memerintah dengan sewenang-wenang. Kebengisan akidah Wahabi Yahudi seperti inilah yang akhirnya menjadi doktrin dan pilihan hidup abadi bagi semua Wahabisme di seluruh dunia.
Hafez Wahbi selanjutnya menyatakan bahwa , berkaitan dengan kisah nyata berdarah yang menimpa Syaikh suku Mathir, dan sekelompok suku Mathir yang mengunjunginya dalam rangka meminta pembebasan pimpinan mereka yang menjadi tawanan Raja Abdul Aziz al-Saud bernama Faisal al-Darwis. Diceritakannya kisah itu kepada utusan suku Mathir dengan maksud mencegah agar mereka tidak meminta pembebasan mereka, bila tidak, mereka akan diperlakukan sama. Dia bunuh Syaikh Faisal Darwis dan darahnya dipakai untuk berwudhu sebelum dia shalat. Kelakuannya ini sama persis dengan teroris ISIS yang menjadikan darah kaum muslimin sebagai air wudhunya, bahkan tanpa segan-segan mereka pun memotong-motong bagian tubuhnya untuk dijadikan sarapan pagi dan makan malam- nya.
Kesalahan Syaikh Faisal Darwis waktu itu hanya karena dia mengkritik Raja Abdul Aziz al-Saud. Ketika raja menandatangani dokumen yang disiapkan penguasa Inggris para tahun 1922 sebagai pernyataan memberikan Palestina kepada Yahudi, tandatangan dibubuh- kan dalam sebuah konferensi al-Qir tahun 1922.
Sistem rezim keluarga Yahudi (Keluarga Saud) dulu dan sekarang masih tetap sama. Tujuannya untuk merampas kekayaan negara, merampok, memalsukan, melakukan semua jenis kekejaman, ketidakadilan, penghujatan dan penghinaan, yang kesemuanya itu dilaksanakan sesuai dengan ajaran Sekte Wahabi yang membolehkan memenggal kepala orang yang menentang ajarannya dengan mengerek bendera “Kembali kepada al-Quran dan as-Sunnah” serta propaganda “Kembali kepada Tauhid yang murni” dengan cara “Membe- rantas Takhayul, Bid’ah dan Khurafat”, berusaha menegakkan “Khilafah dimuka Bumi Allah” serta “Membunuhi seluruh Orang-Orang Syi’ah”. Dan propaganda-propaganda ini tidak berubah sama sekali sampai saat ini. Siapa pun yang menggunakan propaganda-propaganda tersebut merekalah antek-antek Yahudi dan ISIS di zaman sekarang ini.
Seorang Penulis kebangsaan Palestina, Shaker menulis buku yang berjudul “ ‘Ali Saud min Aina ila Aina “ yang artinya “ Keluarga Saud berasal dari mana dan mau kemana “, membongkar apa dibalik bungkamnya penguasa Khadimul Haramain setiap kali berhadapan dengan konflik Palestina-Israel. Buku ini juga menemukan fakta baru, mengenai asal muasal Dinasti Saudi. Bagaimana runut garis genealoginya ? Benarkah mereka berasal dari trah Anza bin Waled, keturunan Yahudi militan ?
Informasi buku ini sangat mencekam sekaligus mencengangkan. Sulit dipercaya, sebuah dinasti yang bernaung di bawah (rezim) kerajaan Islam Saudiyah bisa melakukan kebiadaban iblis dengan melakukan pembakaran masjid sekaligus membunuh jama’ah shalat yang berada di dalamnya. Jika isi buku yang terbit 3 Rabi’ul Wal 1401 H (1981) ini terpaksa dipercaya, karena faktanya yang jelas, maka kejahatan Kerajaan Saudi Arabia terhadap kabilah Arab pendahulu, persis seperti kebuasan zionis Israel membantai rakyat Muslim di jalur Gaza. Ditambah dengan bukti yang sangat akurat dari PBB tentang keterlibatan ISIS yang berakidah Wahabi yang didukung penuh oleh kerajaan Saudi Arabia di dalamnya.
No comments:
Post a Comment