Sunday, 31 May 2015
Landasan Hukum Tawasul Kepada Orang Shalih Baik Ketika Hidup atau Matinya
Diriwayatkan dari Umar bin Khatab r.a, ia berkata : bersabda Rasulullah Saw :
لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمُ الْخَطِيئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لِمَا غَفَرْتَ لِي، فَقَالَ اللَّهُ: يَا آدَمُ، وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أَخْلُقْهُ؟ قَالَ: يَا رَبِّ، لِأَنَّكَ لَمَّا خَلَقْتَنِي بِيَدِكَ وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوحِكَ رَفَعْتُ رَأْسِي فَرَأَيْتُ عَلَىَ قَوَائِمِ الْعَرْشِ مَكْتُوبًا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ فَعَلِمْتُ أَنَّكَ لَمْ تُضِفْ إِلَى اسْمِكَ إِلَّا أَحَبَّ الْخَلْقِ إِلَيْكَ، فَقَالَ اللَّهُ: صَدَقْتَ يَا آدَمُ، إِنَّهُ لَأُحِبُّ الْخَلْقَ إِلَيَّ ادْعُنِي بِحَقِّهِ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكَ وَلَوْلَا مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ
“ Ketika Nabi Adam a.s terlanjur melakukan dosa, ia berkata “ Wahai Tuhanku, aku memohon kepada-Mu dengan (perantara kemuliaan) Muhammad agar (Engkau) mengampuni dosaku “. Allah Swt berfirman : “ Bagaimana mungkin engkau mengetahui Muhammad padahal Aku belum menciptakannya ? “ Adam berkata : “ Wahai Tuhanku, sesungguhnya setelah Engkau menciptakanku dengan “ Tangan-Mu “ dan telah Engkau tiupkan ruh-Mu kepadaku, ketika aku mengangkat kepalaku, aku melihat pada tiang-tiang Arasy tertera tulisan “ Laa Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah “, maka tahulah aku bahwa Engkau tidak akan menyandarkan kepada namu-Mu kecuali mahluk yang paling Engkau cintai “. Allah Swt berfirman : “ Engkau benar, wahai Adam. Sesungguhnya ia (Muhammad) adalah makhluk yang paling Aku cintai. Berdoalah kepada-Ku dengan (perantaraan) haknya. Sungguh, Aku telah mengampuni dosamu. Dan seandainya bukan karena Muhammad pasti Aku tidak akan menciptakanmu “ (Al-Mustadrak, al-Hakim 2/672, Asy-Syari’ah, al-Ajari 3/1410 riwayat dari Abdirrahman ibn Abi az-Zani r.a, 3/1415 riwayat dari Umar bin Khatab r.a, al-Mu’jam al-Ausath 6/313 riwayat Umar bin Khatab r.a, al-Mu’jam ash-Shagir 2/182 riwayat Umar bin Khatab r.a, al-Faruq, Ibnu Katsir 2/681 riwayat Umar bin Khatab r.a)
Tentang hadits tersebut, al-Muhaddits Sayyid Alawi al-Maliki di dalam kitabnya “ Mafahim Yajib an-Tushahhah “ mengatakan : “ Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Hakim di dalam al-Mustadrak : ia menshahihkannya. Diriwayatkan pula oleh Imam as-Suyuthi dalam al-Khasha’ish al-Nabawiyah, yang juga menshahihkan hadits tersebut. Begitu pula Imam al-Baihaqi di dalam kitabnya “ Dala’il al-Nubuwwah ” Bukti-bukti Kenabian “. Seperti diketahui Imam al-Baihaqi tidak meriwayatkan hadits-hadits “ maudhu “ bohong . Hal ini ditegaskannya dalam mukadimah kitabnya. Hadits ini dishahihkan pula oleh Imam al-Qasthalani dan al-Zarqani dalam al-Mawahib al-Laduniyyah, begitu pula Imam as-Subki dalam Syifa al-Saqam, al-Hafizh al-Haitsami, dan Imam Thabarani pun menshahihkannya. (Meluruskan Kesalahpahaman 1/108)
Bila Nabi Saw yang ditawasuli oleh Nabi Adam a.s padahal Nabi Saw belum diciptakan secara jasadi saja begitu hebat pengaruhnya terhadap pengampunan dosa, maka jauh lebih hebat lagi bila Nabi Saw sudah diturunkan ke alam dunia ini.
Diriwayatkan dari Utsman bin Hunaif r.a : ia berkata :
أَنَّ رَجُلًا ضَرِيرَ البَصَرِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: اُدْعُ اللَّهَ أَنْ يُعَافِيَنِي قَالَ: «إِنْ شِئْتَ دَعَوْتُ، وَإِنْ شِئْتَ صَبَرْتَ فَهُوَ خَيْرٌ لَكَ» . قَالَ: فَادْعُهُ، قَالَ: فَأَمَرَهُ أَنْ يَتَوَضَّأَ فَيُحْسِنَ وُضُوءَهُ وَيَدْعُوَ بِهَذَا الدُّعَاءِ: «اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ، إِنِّي تَوَجَّهْتُ بِكَ إِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي هَذِهِ لِتُقْضَى لِيَ، اللَّهُمَّ فَشَفِّعْهُ فِيَّ»
“ Sesungguhnya seorang lelaki buta mendatangi Rasulullah Saw. Dan berkata : “ Mintakanlah kepada Allah kesehatan untuk (mataku) ini, Rasul berkata : Jika engkau mau aku akan men- doakanmu, dan jika engkau ingin bersabar itu lebih baik bagimu,” Ia berkata : maka doakan- lah aku ! “. Rasulullah memerintahkan lelaki buta itu untuk berwudhu dengan sebaik-baiknya wudhu dan (Nabi Saw) mendoakannya dengan doa : “ Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepadamu dan aku menghadap kepadamu dengan (perantaraan) nabi-Mu, Muhammad Saw sebagai nabi (penyebar) rahmat. Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap dengan perantaramu kepada Tuhanmu supaya Dia menampakkan mataku. Ya Allah, terimalah syafa’atnya untuk (menolong) aku, dan terimalah syafa’atku untuk (kepentingan diriku) “ (Sunan Turmudzi 5/569 derajat hadits Hasan Shahih Gharib, Sunan Ibnu Majah 1/441 derajat hadits shahih, Musnad Ahmad 28/478, 28/480 derajat hadits shahih, ‘Amal al-Yaum, an-Nasai 1/417 derajat hadits shahih, Shahih Ibnu Khuzaimah 2/225 derajat hadits shahih, ad-Dua, ath-Thabarani 1/320 derajat hadits shahih,, al-Mu’jam ash-Shagir 1/306 derajat hadits shahih, al-Mu’jam al-Kabir 9/30 derajat hadits shahih, al-Mustadrak, al-Hakim 1/458, 1/700, 1/707 derajat hadits shahih,, ad-Da’wat al-Kabair, al-Baihaqi 1/325 (derajat hadits shahih)
Perhatikanlah kalimat ini “ Wahai Muhammad, sesungguhnya aku menghadap dengan perantaramu kepada Tuhanmu supaya Dia menampakkan mataku ”, dan lelaki buta itu tidak berdoa dengan kalimat “ Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku menghadap-Mu supaya Engkau menampakkan mataku ”.
Kalaulah Nabi Saw dijadikan sebagai perantara akan menjadikan peminta tersebut musyrik, artinya Nabi Saw mengajarkan kemusyrikan dan beliau sendiri pun musyrik, dan ini adalah mustahil. Jadi jelas, bahwa bertawasul dengan Nabi Saw atau dengan orang-orang shaleh merupakan tuntunan dan kehendak syariat. Baik Nabi Saw atau orang-orang shaleh tersebut masih hidup atau sudah meninggal. Karena mujizat dan karamah itu tidak akan berhenti dengan terhentinya ajal seorang Nabi atau seorang Wali.
Diriwayatkan dari Umar bin Khatab r.a ketika ibunya Ali bin Abi Thalib r.a meninggal dunia, Rasulullah Saw menggali kuburannya dengan tangannya. Setelah mengeluarkan tanahnya dan selesai menggalinya. Rasulullah Saw masuk liang lahad lalu berbaring di dalamnya, seraya berdoa :
اللَّهُ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوتُ، اغْفِرْ لِأُمِّي فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ، ولَقِّنْهَا حُجَّتَهَا، وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مُدْخَلَهَا، بِحَقِّ نَبِيِّكَ وَالْأَنْبِيَاءِ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِي، فَإِنَّكَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“ Allah adalah Dzat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Hidup dan tidak (akan) mati. Ampunilah Wahai Allah dosa ibuku Fathimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjah (jawaban dari pertanyaan kubur) dan luaskanlah baginya tempat tinggalnya dengan (perantaraan) hak nabi-Mu dan para nabi sebelumku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengasih di antara yang pengasih “ (Al-Mu’jam al-Ausath 1/67, al-Mu’jam al-Kabir 24/351 derajat hadits shahih menurut al-Hafizh Ibnu Hibban, Imam al-Hakim,Imam ath-Thabarani karena perawinya rijalul shahih (Majma’ Zawa’id 9/257), dikeluarkan pula oleh al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya 3/121dan dishahihkan pula oleh beliau.
Diriwayatkan dari Yazid bin Ali, dari Uthbah bin Ghazwan r.a, dari Nabi Saw beliau bersabda :
إِذَا أَضَلَّ أَحَدُكُمْ شَيْئًا أَوْ أَرَادَ أَحَدُكُمْ عَوْنًا وَهُوَ بِأَرْضٍ لَيْسَ بِهَا أَنِيسٌ، فَلْيَقُلْ: يَا عِبَادَ اللهِ أَغِيثُونِي، يَا عِبَادَ اللهِ أَغِيثُونِي، فَإِنَّ لِلَّهِ عِبَادًا لَا نَرَاهُمْ " وَقَدْ جُرِّبَ ذَلِكَ
“ Jika salah seorang di antara kalian kehilangan sesuatu atau memerlukan pertolongan, sementara dia sedang berada di suatu tanah yang tidak ada penghuninya, hendaklah dia mengatakan “ Wahai hamba-hamba Allah, tolonglah aku ! (2x) “ Sesungguhnya Allah mempunyai hamba-hamba yang tidak kita lihat (malaikat, jin Islam dan ruh para shalihin) dan doa tersebut telah dicoba “ (Al-Mu’jam al-Kabir 18/118 (derajat hadits shahih)
Diriwayatkan dari Abdillah ibn Mas’ud r.a, berkata : bersabda Rasulullah Saw :
إِذَا انْفَلَتَتْ دَابَّةُ أَحَدِكُمْ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَلْيُنَادِ: يَا عِبَادَ اللهِ، اَحْبِسُوا عَلَيَّ، يَا عِبَادَ اللهِ اَحْبِسُوا عَلَيَّ؛ فَإِنَّ لِلَّهِ فِي الْأَرْضِ حَاضِرًا سَيَحْبِسُهُ عَلَيْكُمْ
“ Jika hewan peliharaan kalian lepas di tanah padang sahara, hendaklah dia berseru : “ Wahai hamba-hamba Allah, tahanlah, wahai hamba-hamba Allah tahanlah, tahanlah (binatang piaraanku) “, karena Allah mempunyai makhluk di bumi yang akan menahannya (malaikat, jin Islam dan ruh para shalihin) “ (Al-Mu’jam al-Kabir 10/218 (derajat hadits shahih)
Hadits di atas tersebut bersifat umum, maksudnya adalah bukan hanya berlaku pada hewan ternak atau binatang peliharaan kita saja yang hilang, tetapi berlaku juga untuk barang-barang kita lainnya termasuk anak, istri atau sanak saudara yang hilang. Dalam hal ini biasanya ada sebuah doa yang dinamakan “ hizib “ yang suka diberikan oleh sebagian alim ulama. Dan doa ini sebetulnya meminta pertolongan kepada Allah agar Dia memerintahkan kepada penghuni bumi lainnya seperti malaikat, jin Islam atau pun arwah para Nabi, para Wali dan arwah orang-orang shalih untuk mencarikan barang kita yang hilang. Allah Maha Perkasa dan Maha Penolong. Wallahu A’lam
Yang cukup menarik adalah, bahwa Ibnu Taimiyyah sebagai seorang ulama yang kotroversi dalam hal bolehnya bertawasul memasukkannya ke dalam kitabnya “ Majmu Fatawa “ sebagai diriwayatkan dari Sunan Turmudzi berikut ini :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ عَلَّمَ رَجُلًا أَنْ يَدْعُوَ فَيَقُولَ: اللَّهُمَّ إنِّي أَسْأَلُك وَأَتَوَسَّلُ إلَيْك بِنَبِيِّك مُحَمَّدٍ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إنِّي أَتَوَسَّلُ بِك إلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي لِيَقْضِيَهَا لِي اللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ}
“ Dari Nabi Saw sesungguhnya beliau mengajarkan seorang pemuda sebuah doa : “ Ya Allah Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dan bertawasul kepada–Mu dengan (kemuliaan) Nabi-Mu Muhammad Saw, nabi penyebar rahmat. Ya Muhammad sesunguhnya aku menghadap dengan (kemuliaanmu) kepada Tuhanmu supaya Dia mengabulkan hajatku dan memenuhinya. Ya Allah berilah dia hak syafa’at untukku “ (Majmu Fatawa, Ibnu Taimiyah 1/323, 3/286, 27/83, Sunan Ibnu Majah 1/441 meriwayatkan dari Utsman bin Hunaif r.a ketika seorang buta meminta doa kepada Nabi Saw agar menyembuhkan matanya yang buta dan doa tawasul di ataslah yang dibacakan oleh Nabi Saw, lafazh doa tawasul tersebut di riwayatkan pula di dalam Musnad Ahmad 27/478, 27/480 , al-Muntakhib min Musnid ‘Abdi ibnu Hamidat 1/147, 1/308, as-Sunan al-Kabir, Nasai 9/244, 9/145, ‘Amal al-Yaum, Nasai 1/418, 1/419, Shahih Ibnu Khuzaimah 2/225, ad-Dua, ath-Thabarani 1/320, al-Mu’jam ash-Shagir, ath-Thabarani 1/306, al-Mu’jam al-Kabir, ath-Thabarani 9/30, al-Mustadrak, al-Hakim 1/458, 1/700. 1/707, ad-Da’wat al-Kabir, al-Baihaqi 1/325 (derajat hadits shahih)
Jadi sangat disayangkan, bahwa kaum muslimin yang berkiblat kepada Ibnu Taimiyyah sendiri belum mengetahui hal sepenting ini. Sepertinya mereka termasuk orang-orang yang malas membaca kitab syaikhnya sendiri. Oleh karena itu jangan pernah berkata tidak ada dalilnya, lebih baik belajar tawadhu dan katakan saja “ Tidak punya uang buat beli kitabnya “.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment