Sunday, 31 May 2015

Keutamaan Menabur Bunga dan Menyiram Air di makam

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ، فَقَالَ: «إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ، أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِ، وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ» ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ، فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: «لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“ Dari Ibnu Abbas ia berkata : Melewati Nabi Muhammad Saw dia kuburan, maka ia bersabda : Kedua-duanya sedang disiksa, tetapi bukan karena dosa besar, yang seorang buang air kecil tetapi tidak bersuci (lagi) dan yang seorang lagi tukang adu domba (tukang fitnah), kemudian Nabi mengambil pelepah tamar dan dibelah dua pelepah itu, maka ditanamnya para setiap kuburan. Kemudian ada orang yang bertanya kepada Nabi : “ Mengapa dibuat begitu Ya Rasulullah  “. Beliau menjawab : “ Mudah-mudahan keduanya (batang tamar yang basah ini) dapat meringankan siksaannya selama belum kering “. (Shahih Bukhari 1/53, 2/95, 4/2306, Shahih Ibnu Hibban 7/399 14/455, Sunan Nasai 4/106, Sunan Ibnu Majah 1/125, az-Zuhd ar-Raqaiq, Ibnu al-Mubarak 1/433, Mushanaf Abul Razzaq 3/588, (derajat hadits shahih)

Dalam keterangan lainnya dikatakan :
هُوَ مَا رَوَاهُ ابْنُ حِبَّانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ - قَالَ: كُنَّا نَمْشِي مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَمَرَرْنَا عَلَى قَبْرَيْنِ، فَقَامَ، فَقُمْنَا مَعَهُ، فَجَعَلَ لَوْنُهُ يَتَغَيَّرُ حَتَّى رَعَدَ كُمَّ قَمِيْصِهِ، فَقُلْنَا: مَالَكَ يَا رَسُولَ اللهِ ؟ فَقَالَ: أَمَا تَسْمَعُونَ مَا أَسْمَعُ ؟ فَقُلْنَا: وَمَا ذَاكَ يَا نَبِيَ اللهِ ؟ قَالَ: هَذَانِ رَجُلاَنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُوْرِهِمَا عَذَابًا شَدِيْدًا فِي ذَنْبٍ هَيْنٍ - أَيْ فِي ظَنَّهِمَا، أَوْ هَيْنِ عَلَيْهِمَا اِجْتِنَابُهُ - قُلْنَا: فَبِمَ ذَاكَ ؟ قَالَ: كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَتَنَزَّهُ مِنَ الْبَوْلِ، وَكَانَ اْلآخَرُ يُؤذِي النَّاسَ بِلِسَانِهِ، وَيُمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ. فَدَعَا بِجَرَيْدَتَيْنِ مِنْ جَرَائِدِ النَّخْلِ فَجَعَلَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً , قُلْنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ : وَهَلْ  يَنْفَعُهُمْ ذَلِكَ ؟ قَالَ: نَعَمْ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا دَامَتَا رَطْبَتَيْنِ
“ (Kita mengikuti) yaitu adanya hadits Ibnu Hibban dari Abu Hurairah yang mengatakan : Kami pernah berjalan bersama Nabi Saw melewati dua makam, lalu beliau berdiri di atas makam itu, kami pun ikut berdiri. Tiba-tiba saja beliau menyingsingkan lengan bajunya, kami pun bertanya “ Ada apa ya Rasulullah ? “ Beliau menjawab : “ Apakah kalian tidak mendengar ? “ Kami menjawab : “ Tidak, ada apa Ya Nabi ? “ Beliau pun bersabda : “ Dua lelaki ini sedang disiksa di dalam kuburnya dengan siksaan yang pedih dan keras “. Kami pun bertanya : “ Mengapa bisa begitu Ya Rasul ? “ Beliau menjawab : “ Yang satu, tidak bersih bila membersihkan sisa kencingnya, dan yang satunya lagi suka mencaci orang lain dan suka mengadu domba. Rasul pun mengambil dua pelepah kurma, dan diletakkannya di atas kubur dua lelaki tersebut. Kami bertanya : “ Apakah bermanfaat (hal tersebut) “ Beliau menjawab : “ Untuk meringankan siksa mereka berdua selagi (dua pelepah kurma) itu masih basah “.(Tradisi Orang-Orang Nu hal. 244-245 dikutip dari kitab I’anat ath-Thalibin 2/119.  Shahih Ibnu Hibban 3/106)
Para ulama menjadikan kasus Rasulullah menancapkan di atas dua kuburan tadi dengan menanam pohon atau bunga, sayangnya para ulama tidak menjelaskan caranya. Akan tetapi, di dalam hadits shahih disebutkan : Rasulullah menancapkan di masing-masing kuburan itu dan tetap memberi manfaat pada semua ruang. Maksudnya, pelepah itu dapat ditancapkan di mana saja. Abd bin Humaid dalam Musnadnya mengatakan : Rasulullah menancapkan pelepah itu tepat di arah kepala si mayit dalam kuburannya. (Tradisi Orang-orang NU hal. 246 dikutip dari kitab al-Fatawa al-haditsiyah hal. 196)
Syaikh Zainuddin di dalam “ Fathul Mu’in “ mengatakan : “ bahwa hukum menabur- kan sejenis bunga yang berbau harum dan masih basah atau segar seperti yang biasa dilakukan adalah boleh, yang mana hukumnya dikiaskan dengan pelepah kurma. Sedangkan mengambil bunga yang berbau harum berarti sama dengan memutuskan hak mayat, sebab para malaikat yang turun dari langit senang pada wewangian. Demikianlah menurut ketera- ngan dua guru kami, yaitu Ibnu Hajar dan Ibnu Ziyad.
Di dalam kitab Fathul Mu’in dikatakan : “ Orang yang berada di pinggir kuburan (ketika mengubur mayat) disunnahkan untuk mengepal tanah sebanyak 3 kepalan dengan kedua tangannya.”

Kepalan tanah pertama sambil membaca :

مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ
“ Daripadanya kamu diciptakan “


Kepalan tanah kedua sambil membaca :
وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ
“ dan kepadanya kamu kembali “

Kepalan tanah ketiga sambil membaca :
 وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ
“ dan darinya kamu dibangkitkan (kelak) “
Menurut keterangan Imam Taqiyuddin yang bersumber dari Abu Abdullah Muhammad al-Hafizh, Nabi Saw bersabda :
مَنْ أَخْذَ مِنْ تُرَابِ الْقَبْرِ حَالَ الدَّفْنِ بِيَدِهِ وَقَرَأَ عَلَيْهِ إِناَّ أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ سَبْعَ مَرَّتٍ وَجَعَلَهُ مَعَ الْمَيِّتِ فِي كَفْنِهِ أَوْ قَبْرِهِ لَمْ يُعَذَبْ ذَالِكَ الْمَيِّتُ فِي اْلقَبْرِ
“ Barangsiapa yang mengambil tanah kuburan dengan tangannya ketika mengubur mayat, lalu membaca surat Inna Anzalnaahu fii lailatil qadr (sampai tamat) tujuh kali, lalu diletakkan pada kafannya atau dalam kuburannya, niscaya mayat itu tidak akan mendapatkan siksa kubur ”
Disunnahkan pula meletakkan pelepah kurma yang masih segar di atas kuburan, karena mengikuti sunnah Rasullah Saw. Dengan melakukan hal itu, si mayat akan mendapatkan keringanan siksa kubur dengan berkah tasbih pelepah kurma. Apabila tasbih pelepah kurma dapat menjadi sebab diringankannya siksa kubur si mayat, maka tasbih, dan tahlil  kaum muslimin jauh lebih berkah lagi.

No comments:

Post a Comment