Thursday, 14 May 2015

Bolehkan Seorang Muslimah Mengenakan Cadar dan Celana Jeans Ketika Shalat ?


Assalamu’alikum wr.wb
Banyak kaum muslimah sepulangnya dari Umrah atau haji mereka menggunakan cadar ketika shalat. Mereka beranggapan bahwa kaum wanita di Makkah dan Madinah yang mayoritas berpaham Salafi Wahabi adalah kiblat untuk muslimah seluruh dunia. Pandangan seperti ini merupakan kesalahan besar. Bahwa mengunakan burqa atau penutup wajah bagi muslimah tidak pernah dikenal di zaman Nabi Saw, para sahabat, para imam mazhab sampai sebelum paham Salafi Wahabi lahir sekitar tahun 1926 M di Madinah.
Di dalam al-Quran Allah Swt telah berfirman :

وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلاَّ مَا ظَهَرَ مِنْها وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوْبِهِنَّ
“ Dan katakanlah (Muhammad) kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat (wajah, telapak tangan, dan mata kaki). Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya “(QS. 24 / an-Nur : 31)

Dalil dari sunnah adalah :
عَنْ خَالِدٍ، قَالَ: يَعْقُوبُ ابْنُ دُرَيْكٍ: عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ، دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: «يَا أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
“ dari Khalid, berkata : Ya’qub bin Duraik dari ‘Aisyah r.a, sesungguhnya Asma binti Abu Bakar pernah masuk ke rumah Rasullah Saw dengan mengenakan pakaian tipis. Rasulullah Saw berpaling darinya, dan bersabda : “Ya Asma, apabila seorang perempuan telah mencapai haidh, tidak boleh ada yang terlihat darinya selain ini dan ini dengan menunjuk wajah dan telapak tangannya. (Sunan Abu Dawud 4/62, Musnad asy-Syamiyyin, ath-Thabarani  4/64, al-Adaab, al-Baihaqi 1/241, as-Sunan ash-Shagir 3/12, as-Sunan al-Kabir 2/319, 7/138, Syu’abul Iman 10/219, Ma’rifah as-Sunan al-Atsar 3/144 (derajat hadits masyhur/mutawatir)

Adapun sahabat dan para pembesar tabi’in yang memfatwakan tentang ini :
Ibnu Abbas r.a berkata : “ Maksudnya adalah wajah, kedua telapak tangan dan cincin “. Diriwayatkan juga pendapat yang sama dengan Ibnu Abbas r.a dari Ibnu Umar r.a, Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Abu asy-Sya’tsa, adh-Dhahak, Ibrahim an-Nakha’i, ‘Aisyah r.a  dan Ali bin Ali Thalib r.a. (Ibnu Katsir 3/284, As-Sunan al-Kabir 7/137)
Adapun para ulama imam mazhab yang memfatwakan tentang ini :

قَالَ الشَّافِعِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: «يَنْظُرُ إِلَى وَجْهِهَا وَكَفَّيْهَا
قُلْتُ: وَهَذَا لِقَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: { «وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا» } [النور: 31]

Berkata asy-Syafi’i r.a : yang terlihat adalah wajah dan telapak tangannya : dikatakan : hal ini maksud firman Allah Azza wa Jalla : “ dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat “ (QS. 24 / an-Nur : 31)
Imam Ahmad pun menyatakan hal yang sama dengan Imam asy-Syafi’i. (As-Sunan al-Kabir 3/11). Sedangkan ulama Malikiyah menyebutkan perempuan makruh (hukumnya) mengenakan niqab apabila hal itu tidak menjadi kebiasaan penduduk negaranya. Mereka bahkan mengatakan perbuatan itu termasuk melampaui batas agama. Begitu pula yang dikatakan oleh Imam ad-Dasuki dalam kitab Khasyiyah-nya. (As-Sunan al-Kabir 7/151)
Memakai cadar atau niqab dikatakan sebagai perbuatan yang melampaui batas agama karena, mereka tidak mau menerima sunnah yang lebih ringan untuk dilakukan. Sedangkan mengenai masyarakat di negara lain yang mungkin masih mengenal tradisi memakai cadar, maka tidak apa-apa jika seorang perempuan memilih untuk mengenakannya, dan mentaati tradisi masyarakatnya. Akan tetapi, hal ini tidak ada hubungannya dengan ajaran agama, namun lebih kepada adat dan budaya yang berlaku di sebuah masyarakat. Bahwa tindakan menutup wajah apabila dijadikan sebagai alasan untuk hidup eksklusif, terpisah dari komu- nitas masyarakat luas, atau sebagai sebuah syi’ar dalam beribadah dan beragama, maka hukumnya telah keluar dari sunnah, yang mubah menjadi bid’ah yang terlarang. (Ma’rifah as-Sunan al-Atsar 10/22)
Jadi dapat dipastikan, bahwa penjelasan ayat al-Quran tentang firman-Nya : dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat “ (QS. 24 / an-Nur : 31) merupakan dalil mutawatir yang harus diimani dan diamini oleh seluruh kaum muslimah. Wabil khusus bagi para wanita dari kaum salafi Wahabi yang memakai cadar di Indonesia. Di mana  telah dijelaskan sebelumnya, tentang kemakruhannya, bahkan dinilai berlebih-lebihan karena ingin tampil eksklusif atau merasa dirinya paling benar dalam hal ini, padahal hal tersebut tidak disyari’atkan. Untuk lebih dijelasnya, silahkan lihat catatan kakinya, dan lihat dalam tafsir apa saja yang mendukung keyakinan ini. (Tafsir Mujahid 1/491, Tafsir Muqatil 1/396, Tafsir Yahya bin Salam 1/440, Tafsir ath-Thabari 19/157, Tafsir Ibnu Abi Hatim 8/7024, Tafsir as-Samarqandi 2/508, Tafsir Ibnu Katsir 6/42, Tafsir Jalalain 1/462, Tafsir ad-Durul Mantsur 1/680)

Adapun fatwa ulama kontemporer yang memfatwakan tentang ini :
Syaikh Yusuf al-Qardhawi mengatakan : “ Bahkan jumhur ulama fiqih telah menetapkan larangan menutup wajah dengan burqa atau lainnya “Burqa adalah penutup wajah bagi muslimah yang menyerupai topeng ninja, hal ini tidak pernah dilakukan oleh wanita-wanita muslimah di zaman Nabi Saw.
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah berkata : “ Dimakruhkan bagi wanita muslimah mengenakan cadar pada saat melaksanakan shalat. Para ulama sepakat, bahwa wanita muslimah harus membuka penutup wajahnya di dalam shalat dan pada saat berihram. Karena, menutup wajah akan menghalangi persentuhan dahi yang hidung dengan tempat sujud secara langsung “
Seorang muslimah yang shalat menggunakan celana panjang baik jeans atau pun katun tidak sah, walaupun secara lahiriah menutup aurat. Sebagaimana Nabi Saw bersabda :

وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ، لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا

“ Dan wanita-wanita yang  berpakaian (tetapi pada hakikatnya) mereka telanjang, gemar menggiurkan dan memikat (lelaki). Mereka tidak akan masuk surga dan tidak pula mencium harum wanginya “ (Shahih Muslim 3/1680, 4/2192, Muwatha 2/913, 5/1339, Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 7/530, Musnad Ahmad 11/564)
Yang dimaksud dengan “ berpakaian (tetapi pada hakikatnya) telanjang “ ialah pakaian wanita yang tidak sesuai dengan fungsinya sebagai penutup aurat, karena tipisnya sehingga bagian tubuh yang berada di balik pakaian itu terlihat bentuknya. Hal ini akan menimbulkan syahwat bagi yang melihatnya, terlebih bagi kaum lelaki.
Di dalam kitab Bidayatul Mujtahid, Imam Ibnu Rusyd mengatakan : “ Jumhur fuqaha sepakat bahwa pakaian yang dianggap memadai untuk shalat adalah dir’un (semacam baju ---panjang / long dress) dan khimar (kerudung). Pendapat ini didasarkan sebuah hadits dari Ummu Salamah r.a :

أَنَّهَا سَأَلَتْ أُمَّ سَلَمَةَ مَاذَا تُصَلِّي فِيهِ الْمَرْأَةُ مِنَ الثِّيَابِ فَقَالَتْ: «تُصَلِّي فِي الْخِمَارِ وَالدِّرْعِ السَّابِغِ الَّذِي يُغَيِّبُ ظُهُورَ قَدَمَيْهَا
Ummu Salamah bertanya kepada Rasululah Saw, “ Apa yang (memadai) dipakai wanita ketika shalat ? “ Nabi Saw menjawab : “ Dengan khimar (kerudung) dan dar’un (gaun panjang), jika wanita bisa menutupi bagian atas telapak kakinya “ (Sunan Abu Dawud 1/173, Muwatha 1/82, 1/141, Mushanaf  Ibnu abi Syaibah  3/127, al-Adab al-Baihaqi 1/239, as-Sunan wal Atsar 3/145, Syarh as-Sunan al-Baghawi 2/435 (derajat hadits shahih)

Jadi seorang muslimah yang menggunakan kaos street atau celana jeans  dihukumi sebagai orang yang tidak berbusana. Dan kerudung yang tidak menjulur menutupi dada sama dengan memperlihatkan bagian tubuh yang dapat mengundang nafsu dan syahwat, itu pun diharamkan. Diharamkan pula bagi kaum muslimah menjulurkan kain gaunnya melebihi mata kaki dalam shalat. Sebagaimana riwayat yang berasal dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Saw  bersabda :
نَهَى عَنِ السَّدْلِ فِي الصَّلَاةِ
“ Melarang (beliau) menjulurkan sarung (menjulurkan kain lebih dari mata kaki) dalam shalat“ (Sunan Abu Dawud 1/174, Sunan Turmudzi 2/217, Mushanaf  Ibnu Abi Syaibah 2/43, Musnad Ahmad 13/316, al-Mu’jam al-Ausath  2/80, al-Mustadrak 1/384, as-Sunan al-Kabir 2/343 (derajat hadits shahih)

Apabila seorang muslimah menjulurkan kain gaunnya dalam shalat saja sudah dilarang, maka sudah pasti menjulurkan kain gaun di luar shalat jauh lebih keras lagi larangannya. Seperti kesalahan yang dilakukan oleh kaum muslimah Salafi Wahabi di Makkah dan di Madinah di tambah dengan sebagian artis wanita, foto model, dan peraga- wati. Mereka menggusur kain gaun itu ke tanah, sedangkan hal ini telah di ancam dalam sabda Nabi Saw :
مَا أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ مِنَ اْلإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Kain sarung yang melebihi (menjulur) kedua mata kaki maka dia masuk neraka“ (Shahih Muslim 7/141, al-Bukhari meriwayatkan dengan lafal yang sedikit berbeda lihat : 1/82, 2/1373/15, Sunan an-Nasai 8/207, Sunan Ibnu Majah 2/1183 (derajat hadits shahih)

No comments:

Post a Comment