Wednesday, 13 May 2015

HAK KEBEBASAN MEMILIH DALAM ISLAM



HAK KEBEBASAN MEMILIH DALAM ISLAM

Assalamualaikum Wr.Wb.
Agama Islam adalah agama yang begitu memberikan kebebasan dalam memilih apa yang diyakininya sebagai sebuah kebenaran, walaupun pada akhirnya hal itu merupakan kesalahan dan kesesatan. Di tengah kemajuan yang terasa jumud, dan kejumudan yang terlalu maju  serta kebebasan yang salah kaprah telah menjadi sebuah wabah penyakit yang sangat berbahaya bagi Islam dan pemeluknya.
Semua orang berbicara tentang hak asasi manusia. Akan tetapi hak asasi manusia yang berasal darimanakah yang akan kita ikuti ? Apakah yang berasal dari orang-orang yang senantiasa membebaskan semua pikirannya menjadi bola panas, ataukah yang berasal dari orang-orang yang terlalu statis dalam pola berpikirnya ataukah yang berasal dari orang-orang yang terlalu memaksakan buah pikirannya ataukah yang berasal dari orang-orang yang berpikiran ekstrem ataukah yang berasal dari orang-orang yang berpikir dan bertindak moderat ?
Apakah orang yang ada di dunia akan menerima seseorang yang menyampaikan kepadanya sebuah pengalaman atau pendapat mengenai arsitek, kedokteran, farmasi, dan sebagainya sedang dia adalah orang yang tidak tahu mengenai berbagai bidang spesialisasi dan pengetahuan yang mendetail ini ? Begitu pula halnya dengan ijtihad, sesungguhnya hukum syariat itu ada dua macam yaitu yang berkaitan dengan akidah dan yang berkaitan dengan amal perbuatan.
Imam al-Ghazali pernah menjelaskannya sbb : “ Seorang hamba tidak diperintahkan untuk melakukan sesuatu yang paling benar di sisi Allah, karena hal itu tidak mungkin dapat dilakukannya. Dan memang tidak ada perintah (paksaan) melakukan sesuatu di luar kemampuannya. Mereka hanya diperintahkan untuk melakukan sesuatu yang menurut dugaan/keyakinannya benar, sebagaimana mereka tidak diperitahkan melakukan shalat dengan menggunakan pakaian suci, melainkan sebatas dengan pakaian yang mereka anggap suci. Seandainya mereka ingat bahwa pakaian yang mereka kenakan untuk shalat itu najis, mereka tidak wajib mengqadla shalat tadi. Sebab Rasulullah Saw, pernah melepas sendalnya di tengah-tengah beliau shalat, ketika Jibril memberitahu bahwa di sandal beliau ada kotoran. Beliau tidak mengulangi shalatnya dari awal lagi.
Begitu pula, seorang hamba tidak diperintahkan shalat menghadap kiblat, melainkan sebatas menghadap arah yang di duga lurus dengan kiblat, dengan cara mencari pertunjuk melalui gunung, bintang, matahari, dan sebagainya. Kalau ia melakukan semua itu dengan benar, maka ia akan mendapatkan dua pahala di sisi Allah Swt, tetapi kalau salah ia akan mendapat satu pahala.
Dalam persoalan lain misalnya, mereka tidak diperintahkan memberikan zakat kepada fakir miskin, melainkan kepada orang yang diduga fakir dan miskin, sebab hal itu tidak bersifat inderawi semata. Para hakim, dalam kasus pembunuhan dan pernikahan misal- nya, mereka tidak diperintahkan untuk mencari saksi yang diketahui kejujurannya, tetapi se- batas saksi yang diduga jujur. Apabila seorang hakim boleh memutuskan hukuman mati kepada terdakwa, di mana dakwaan tersebut mungkin benar dan mungkin salah, tapi diputuskan atas kejujuran para saksi, lalu mengapa seseorang tidak boleh shalat dengan hasil dugaan yang didukung bukti-bukti ketika berijtihad ? Lalu mengapa seseorang tidak boleh berbeda mazhab ?
Seseorang diizinkan untuk berbeda mazhab yang mana mazhab tersebut menurut dugaannya benar, akan tetapi ada hal-hal lainnya yang harus disepakati dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Yaitu, sikap saling menghargai dan menghormati antar satu dengan yang lainnya. Tidak penting apakah ia menjadi seorang Ahlussunnah, Syiah, Wahabiah, Mutazilah, Ahmadiyah atau yang lainnya. Karena itu adalah pilihannya. Dan ketika sese- orang telah mengambil pilihannya yang berbeda dengan kita mengapa kita jadi sewot dan memperlihatan sikap-sikap yang ekstrem ?
Akan tetapi semua hal itu harus dilandasi dengan norma agama yang qath’i yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Misalnya di dalam al-Quran Allah Swt berfirman :
وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْواً بِغَيْرِ عِلْمٍ
Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain Allah (berhala-berhala) , karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa ilmu “ (QS. 6 / al-An’am : 108)
Ayat ini dengan tegas melarang dengan keras untuk mencaci maki patung-patung berhala, karena para pengikutnya akan mencaci maki Allah secara berlebihan. Ini adalah bukti tolerasi yang begitu tinggi yang Allah ajarankan kepada hamba-hamba-Nya. Akan tetapi sangat aneh apabila hamba-hamba-Nya saling mencaci-maki sebagian tokoh yang dimuliakan oleh golongan lain dengan dasar sakit hati, hasad dan dendam.
Akan tetapi setiap golongan akan teriris hatinya ketika keyakinan mereka dicemooh- kan, dihina dan amalan mereka divonis sebagai amalan ahli neraka. Pilihan telah dibuat dan biarkanlah pilihan itu berkembang dengan sendirinya. Tidak ada satupun kekuatan yang mampu menghentikan kehendak-Nya yang telah tertulis secara abadi di dalam kitab suci-Nya. Hormatilah pilihan orang lain sebagaimana mereka pun harus menghormati pilihan kita. Dan ketika mereka mulai membuat berbagai fitnah keji, maka sudah waktunya bagi kita untuk menegakkan keadilan dengan jalan yang kita mampu.
KH. Alawi Nurul Alam Albantani, Bandung 13 Mei 2015

No comments:

Post a Comment