Assalamu’alaikum wr.wb
Syaikh Yusuf al-Qardhawi berkata : “
Masalah sewa rahim ini telah dibahas dalam sebuah seminar yang diadakan oleh
organisasi Islam untuk ilmu-ilmu kedokteran di Kuwait yang diikuti oleh para
ahli fiqih dan para pakar dari bidang kedokteran. Setelah membahas dan
mempelajari masalah tersebut, mereka sepakat untuk mengeluarkan fatwa, yakni :
suami dan istri atau salah satu dari keduanya dianjurkan untuk memanfaatkan
kemajuan ilmu pengetahuan demi membantu
mereka dalam mewjudkan kelahiran anak. Namun, mereka syaratkan spermanya harus
dimiliki oleh sang suami dan sel telur milik sang istri, tidak ada pihak ketiga
di antara mereka. Misalnya dalam masalah bayi tabung.
Jika sperma berasal dari laki-laki lain
baik diketahui maupun tidak maka ini diharamkan. Begitu pula jika sel telur
berasal dari wanita lain, atau sel telur milik sang istri, tapi rahimnya milik
wanita lain, ini pun tidak diperbolehkan. Ketidakbolehan ini dikarena- kan cara
ini akan menimbulkan sebuah pertanyaan yang membingungkan, “ Siapakah sang ibu
dari bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur yang membawa karateristik
keturunan, ataukah yang menderita dan menanggung rasa sakit karena hamil dan
melahirkan ? “ Padahal, ia hamil dan melahirkan bukan atas kemauannya sendiri.
Bahkan, jika wanita tersebut adalah istri
lain dari suaminya sendiri, maka ini tidak diperbolehkan juga. Pasalnya, dengan
cara ini tidak diketahui siapakah sebenarnya dari kedua istri ini yang
merupakan ibu dari bayi akan dilahirkan kelak. Juga, kepada siapakah nasab sang
bayi disandarkan, pemilik telur atau si pemilik rahim ?
Para ahli fiqih sendiri berbeda pendapat
jika hal ini benar-benar terjadi. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa
ibu sang bayi tersebut adalah si pemilik sel telur, dan saya lebih condong
kepada pendapat ini. Ada juga yang berpendapat bahwa ibunya adalah wanita yang
mengandung dan melahirkannya. Makna lahiriah dari ayat al-Quran sejalan dengan
pendapat ini, yaitu firman Allah Swt :
إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلاَّ اللاَّئِي
وَلَدْنَهُمْ
“ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita
yang melahirkan mereka“ (QS. 58 / al-Mujaadilah : 2)
Dan apabila hal ini benar-benar terjadi
penulis lebih sutuju dengan ulama yang mengambil ayat ini sebagai hujjah.
Walaupun Syaikh Yusuf al-Qardhwi lebih sependapat dengan ulama lainnya yang
mengatakan bahwa pemilik anak adalah pemilik sel telur, sedangkan kelemahan
mereka tidak mengemukakan sebuah hujjah atau dalil pun tentang ini. Sedangkan
menurut keumuman, bahwa seorang wanita yang mampu melahirkan ia pun memiliki
sel telurnya sendiri, tetapi bagi wanita yang mempunyai sel telur belum tentu
ia mampu untuk melahirkan.
Dan belum tentu juga pemilik sel telur
dapat mewariskan sifat-sifat baik yang terdapat di dalam dirinya. Bahkan dalam
kebiasaan masyarakat, warisan sifat bisa saja terjadi akibat nasab. Bisa dari
kakeknya, ayahnya, pamannya, guru ngajinya, atau bisa saja sifat baik itu
diwariskan dari wanita sipemilik rahim.
Dan sebagaimana yang terjadi, bahwa seorang ibu ketika mengandung ia akan
mengalirkan berbagai kebaikan dan kebajikan yang ia miliki. Pembacaan al-Quran,
sedekah yang ia lakukan, puasa sunnat , shalat sunnat dan hal lainnya yang
dapat membantu pertumbuhan ruhani bagi si jabang bayi kelak. Wallahu A’lam bish-Shawab
No comments:
Post a Comment