Assalamu’alaikum
wr.wb
Di dalam hadits
yang berasal dari Tsauban r.a, dari Nabi
Saw, beliau bersabda :
أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلَاقًا فِي
غَيْرِ مَا بَأْسٍ، فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ
“Siapa saja wanita (istri) yang meminta
talaq kepada suaminya tanpa uzur syar’i , maka diharamkan baginya
wanginya surga“ (Sunan Abu Dawud 2/267, Sunan Turmudzi 3/485,
Sunan Ibnu Majah 1/662, Mushanaf Abdurrazzaq 6/514, 6/515 riwayat Abu Qilabah
r.a, Mushanaf Ibnu Abi Syaibah 4/199, Musnad Ahmad 37/62, 37/112)
Di dalam istilah ilmu Fiqih ada yang
disebut dengan hak tamlik (pemberian hak kepada istri untuk menceraikan
suami) dan hak takhyir (pemberian hak kepada istri untuk memutuskan atau
melanjutkan perkawinan). Di dalam kitab “ Bidayatul Mujtahid “ para imam
mazhab berbeda pendapat tentang definisi dan praktik tamlik dan khiyar
tersebut.
Menurut Imam Malik : tamlik itu berbeda
dengan takhyir. Bahwa tamlik itu adalah pemberian hak kepada sitri untuk
melanjutkan talaq, hal ini bisa satu talaq atau lebih. Oleh karena itu, ia
berpendapat bahwa suami dapat menentang istri pada talaq yang lebih dari satu (
untuk menahannya atau untuk merujuknya kembali).
Sedangkan hak khiyar (takhyir)
adalah kebalikannya dari tamlik, Karena ia mengharuskan dijatuhkannya
talaq yang menyebabkan putusnya ikatan perkawinan, kecuali pada takhyir terbatas,
seperti suami berkata kepada istrinya, “ Pilihlah dirimu ‘ atau “ Pilihlah satu
talaq atau tiga talaq “.
Pada khiyar mutlak, menurut Imam Malik istri hanya bisa
memilih suaminya atau dipisah dari suaminya dengan tiga talaq. Jika ia memilih
satu talaq, maka tidak boleh.
Menurut Imam Abu Hanifah dan pengikutnya
berpendapat bahwa hak khiyar itu bukan talaq. Jika istri menceraikan
dirinya sendiri dengan talaq satu pada tamlik, maka talaq tersebut adalah talaq
bain.
Imam Tsufyan ats-Tsauri berpendapat, bahwa
antara khiyar dan tamlik itu sama, tidak ada perbedaan.
Menurut pendapat lain dikatakan bahwa pada
hak tamlik istri hanya boleh menceraikan dirinya satu kali saja.
Pendapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a dan Umar r.a.
Imam Syafi’i berpendapat, jika suami
berkata : “ Pilihlah “, atau “ Urusanmu berada ditanganmu “, maka kedua
kata-kata itu sama dan tidak berarti talaq, kecuali jika suami menghendakinya.
Jika ia menghendaki talaq, maka talaq pun terjadi. Yakni satu kali talaq jika
ia menghendaki satu, dan begitu pula jika ia menghendaki tiga talaq.
Agama Islam ingin memberikan keadilan
kepada pemeluknya, baik ia wanita atau lelaki. Syariat ini memberikan
perlindungan dan keadilan bagi wanita yang ingin bercerai atau menggugat cerai
suaminya karena alasan yang dibenarkan oleh agama dan dengan bukt-bukti yang
akurat.
Di dalam Undang-undang Perkawinan (UU Nomor
1 Tahun 1974) juga menyebutkan harus adanya alasan. Adapun secara rincinya,
alasan-alasan terjadinya talaq atau perceraian dijelaskan dalam Peraturam
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Perkawinan
Nomor 1 tahun 1974, yaitu :
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena lain di luar kemam- puannya.
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah per- kawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
- Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perse- lisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Adapun untuk menggugat cerai suaminya,
wanita muslimah bisa mendatangi KUA (Kantor Urusan Agama) setempat dan meminta
di bantu agar urusannya cepat selesai.
No comments:
Post a Comment